Semakin lama jumlah luas hutan di Indonesia semakin terkikis. Khususnya yang berada di Sumatera dan Kalimantan. Banyaknya perusahaan-perusahaan yang mengambil alih lahan warga setempat untuk dijadikan lahan kelapa sawit menyebabkan kurangnya tempat hidup para satwa liar terutama primata.
Akhirnya sejak 2012 Yayasan Kalaweit memiliki strategi baru untuk mengamankan hutan yaitu bekerja sama dengan masyarakat setempat. Kami membeli lahan masyarakat untuk kemudian menyelamatkan para satwa dan memberikan rumah di hutan tersebut. Dalam rangka itu saya melakukan survey dan menemukan 1500 hektar tanah di Kalimantan Tengah di mana terlihat hutan yang bagus untuk rumah mereka tapi dikelilingi perusahaan sawit dan batu bara.
Hutan tersebut kami beri nama Hutan Dulan sama dengan proyek yang sedang kami jalankan ini untuk misi penyelamatan hutan: Proyek Dulan. Misi kami adalah untuk membeli lahan milik masyarakat setempat tersebut agar dapat dijadikan tempat konservasi satwa serta menghindari adanya konversi lahan. Seringkali konversi hutan terjadi akibat masyarakat setempat membebaskan lahan yang mereka miliki untuk dikelola oleh perusahaan. Sehingga kami berpikir jika kami bisa membeli dari mereka dengan harga yang sama atau bahkan lebih mahal hutan tersebut dapat dilestarikan dan para satwa akan dilindungi. Sampai saat ini kami sudah berhasil membeli kurang lebih 226 hektar. Jadi hak jual beli akan ada atas nama yayasan namun di dalam perjanjian kerjasama dengan desa yang membebaskan lahan mereka tersebut ada pernyataan bahwa yayasan tidak akan mengubah obyeknya. Sehingga tujuan dibelinya lahan hanya untuk pelestarian tidak ada unsur pariwisata, perkebunan atau pengolahan lahan.
Fokus dari yayasan kami adalah untuk melestarikan hutan karena hutan-hutan di Indonesia jumlahnya tinggal sedikit yang tersisa dari pembabatan yang dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan bisnis. Kita tidak punya waktu banyak untuk menyelamatkan hutan-hutan di Indonesia. Seperti Hutan Dulan ini. Kalau tidak dalam waktu 2-3 tahun akan habis karena perusahaan mendorong masyarakat untuk membebaskan lahan mereka untuk kelapa sawit. Solusi yang cepat dan tepat untuk menanggulangi ini ada dua cara. Pertama: regulasi. Artinya kita menunggu adanya regulasi untuk efek cepat pengamanan hutan tersebut. Kedua: dengan jalur ekonomi artinya seperti yang sudah saya singgung tadi dengan membeli lahan masyarakat sebelum perusahaan yang membeli.
Kita sekarang ini dalam keadaan darurat artinya kita butuh aksi nyata sekarang juga yang punya efek sekarang juga. Kita tidak punya waktu untuk menyebarkan kesadaran pada masyarakat luas. Terus terang, memberikan pendidikan atau penyebaran kesadaran kepada para generasi muda tidak akan menyelamatkan hutan Kalimantan karena kita tidak punya waktu satu generasi ke depan. Seperti Hutan Dulan kita hanya punya waktu 1-2 tahun saja. Kalau tidak beraksi sekarang dengan membeli lahan misalnya, atau pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan yang lebih tegas agar tidak terjadinya konversi lahan, hutan tersebut akan habis. itu baru solusi yang bisa menyelamatkan. Masalah memberikan edukasi pada masyarakat itu penting tapi harus dilakukan secara terus menerus dan dalam jangka waktu panjang di mana efeknya baru bisa dirasakan dalam jangka panjang.
Utamanya kami menyuarakan pencarian dana di media sosial tapi kenyataannya dari dana yang kami dapat kebanyakan dari luar negeri, terutama Eropa. Dari dalam negeri sangatlah kecil. Sepertinya bukan karena masyarakat dalam negeri tidak mampu memberi tapi memang kepedulian terhadap lingkungan itu sangat kurang. Masyarakat yang mampu lebih memilih menyumbangkan ke ranah sosial dan kemanusiaan bukan ke lingkungan. Namun ada juga pihak yang sangat membantu kami dalam proses program ini dijalankan yaitu masyarakat Dayak. Mereka sangat peduli dengan alamnya sehingga saat menjalankan program pun tidak ada konflik dan berjalan lancar. Masyarakat lokal di sini sangat peduli tidak demikian dengan yang ada di kota besar. Mereka kaum menengah ke atas yang tinggal di kota besar justru belum sebegitu pedulinya, belum mau mendukung kegiatan-kegiatan seperti ini.
Memang Proyek Dulan ini masih terbatas pada kontribusi uang. Kami tidak dapat mendorong masyarakat untuk terjun langsung dalam misi pelestarian. Tapi saya pikir ada peran yang dapat mereka ambil yaitu dengan menyuarakan pada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang tepat soal konversi lahan tersebut. Apalagi mereka yang punya akses untuk menyuarakannya pada institusi pemerintahan untuk segera beraksi. Lihat saja di Pemilu kemarin tidak ada pihak yang membicarakan soal lingkungan atau alam sama sekali. Tidak ada yang membuat kebijakan tentang lingkungan. Kami membutuhkan teriakan-teriakan soal lingkungan agar mendesak pemerintah membuat sesuatu agar didengar oleh mereka yang bisa mengambil keputusan di dalam negeri. Orang luar negeri tidak bisa berbuat apa-apa di Indonesia. Suara-suara kami tidak mungkin bisa mendesak pemerintah melakukan sesuatu. Meski secara internasional Indonesia dihina karena tidak bisa mengelola alamnya kelihatannya aparat pemerintah tidak peduli. Tapi kalau datang dari dalam negeri sepertinya baru bisa ada respon. Itu mungkin yang menjadi peran orang Indonesia dalam penyelamatan lingkungan ini.
Tidak lupa juga kampanye harus dilakukan di daerah-daerah. Jangan lupa bahwa kita punya otonomi daerah. Setiap daerah memiliki kebijakan yang berbeda-beda jadi suaranya harus disesuaikan dengan kebutuhan di daerah tersebut apa yang mau diselamatkan. Kenyataannya meski sudah ada regulasi dari presiden soal konversi lahan kelapa sawit tapi di daerah-daerah masih terjadi konversi lahan karena kebijakan yang ada di Jakarta itu hanya untuk perusahaan. Sedangkan di lapangan, di daerah-daerah, kita melihat lahan atas nama masyarakat lokal masih bisa dikonversi. Padahal konversi tersebut terjadi karena ada andil perusahaan. Setelah ada regulasi juga harus ada penegakan hukum di setiap daerah kalau tidak, tidak ada gunanya juga