Society Health & Wellness

Menyeimbangkan Penggunaan Dunia Digital

Kerap kali kita mengira adiksi hanya datang dari alkohol atau obat-obatan saja. Sayangnya, belakangan banyak penelitian yang menemukan bahwa internet dan media sosial juga bisa menjadi sumber adiksi. Ketika seseorang mendapatkan like untuk postingannya dan merasa itu sebuah penghargaan yang tidak ditemukan di kehidupan nyata. Biasanya adiksi di media sosial terjadi sehubungan dengan self-esteem atau kepercayaan diri. Seseorang yang merasa tidak percaya diri atau merasa dirinya tidak berharga di kehidupan nyata lalu menemukannya di dunia maya. Lambat laun ia pun seakan menciptakan dunia baru bahkan identitas dan perilaku yang tidak sama dengan aslinya.

Untuk menyadari apakah kita berada dalam siklus ini satu gejala yang cukup terlihat adalah meningkatnya aktivitas di internet seperti di media sosial. Kemudian jika kita mencoba untuk mengisinya dengan kegiatan lain seperti ngobrol dengan teman di telepon atau main play station, kita tetap memikirkan untuk kembali ke media sosial. Lama kelamaan pun terjadi perubahan suasana hati. Merasa terganggu dan tidak nyaman kalau belum menggunakan medsos atau mengunjungi satu situs yang sering dibuka. Sehingga akhirnya konflik pun muncul dari kebiasaan tersebut. Contohnya interaksi sosial dengan orang-orang di sekitar berkurang karena banyak tenggelam di dunia maya atau kita banyak menunda pekerjaan karena terlena berada di dalam internet. Terciptalah adiksi saat kita berusaha mengurangi kegiatan tersebut kegelisahan, kecemasan dan ketidak-nyamanan mulai timbul. Malah saat menghentikannya untuk beberapa waktu kita bisa berada di fase relapse, kembali aktivitas tersebut dengan durasi yang lebih dari sebelumnya. Dampaknya pun mirip dengan ketergantungan alkohol dan obat-obatan. Ada struktur otak yang berubah seperti ketagihan bahan-bahan adiktif tersebut. 

Untuk menyadari apakah kita berada dalam siklus ini satu gejala yang cukup terlihat adalah meningkatnya aktivitas di internet seperti di media sosial.

Baru-baru ini karena keterbatasan aktivitas kita di luar ruangan dunia digital menjadi lebih sering dikunjungi dari sebelumnya. Rapat online yang sering dilakukan lewat berbagai perangkat pun ditemukan bisa memberikan dampak tersendiri bagi psikologi kita. Tidak mengarahkan kita menjadi adiktif memang, tapi kelelahan dan kecemasan. Ditemukan penggunaan perangkat video online untuk meeting membuat kita fokus pada kamera yang membuat kita memiliki kebingungan. Secara tidak sadar kita bertanya dalam hati harus merespon seperti apa, apakah audiens paham atau tidak, harus berekspresi seperti apa. Penerkaan sendiri seperti ini membuat kita berpikir lebih keras dari rapat tatap muka secara langsung. Masalah terjadi saat audiens di dalamnya lebih dua orang. Kita jadi lebih mudah bingung untuk memastikan informasinya sudah tersampaikan dengan baik atau belum juga kekhawatiran tidak mendapatkan informasi dengan baik karena masalah teknis. Sinyal internet yang kurang baik, pengaturan gadget yang kurang tepat, dan lain-lain.

Selain itu masalah seputar Covid-19 juga bisa menjebak kita dalam kecemasan saat mengonsumsi dunia digital. Banjir informasi yang tidak bisa kita kendalikan datang dari mana membuat kita kebingungan akan ketidak-pastian dan kebenarannya. Fakta yang simpang siur entah dari media sosial, dari grup WhatsApp, bahkan dari berbagai situs yang memiliki pop-up berita tentang Covid-19 bisa menimbulkan pikiran-pikiran yang mengganggu. Apalagi kita orang awam yang tidak dekat dengan dunia medis. Bisa jadi kita malah menyerap apapun saking sulitnya memilah. Lalu punya pikiran, “Aku sudah pakai masker tapi ternyata masih ada yang bisa terjangkit walau sudah pakai masker”, dan pikiran-pikiran lain berdasarkan berita yang menyebar-luas tanpa saringan. Nantinya bisa-bisa saking takut terjangkit kita malah terobsesi dengan terus melihat berita dari dunia maya kemudian secara tidak sadar malah mengembangkan adiksi dunia maya tersebut. 

Banjir informasi yang tidak bisa kita kendalikan datang dari mana membuat kita kebingungan akan ketidak-pastian dan kebenarannya.

Oleh sebab itu penting sekali kita menjadi sadar bahwa apapun yang berlebihan tidak akan baik dan keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata perlu diwujudkan. Misalnya saat menyadari intensitas penggunaan gadget mulai dirasakan meningkat dari biasanya coba tanyakan pada diri perlu tidak mengakses internet. Kemudian kalau sudah mulai merasa cemas tanyakan pada diri apa yang membuat cemas, apakah informasi yang tidak jelas, informasi yang terlalu banyak atau bahkan kecemasan membandingkan diri dengan orang lain yang dilihat di media sosial. Setelah itu baru pilah informasi yang masuk ke dalam pikiran. Jika perlu tahu informasi Covid-19 mungkin memilih yang kredibilitas seperti WHO atau lembaga kesehatan resmi. Begitu juga dengan pemanfaatan perangkat-perangkat yang ada di gadget kita. Misalnya dengan mengurangi meeting sebenarnya tidak perlu dilakukan dengan video online masih bisa lewat teks. Diikuti dengan memberikan rehat 15-30 menit keluar dari layar laptop atau smartphone setiap 2 jam bekerja. Kenali betul kapan tubuh dan pikiran mulai merasa lelah, berikan jeda. Setelah sudah merasa lebih baik baru kembali lagi.

Oleh sebab itu penting sekali kita menjadi sadar bahwa apapun yang berlebihan tidak akan baik dan keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata perlu diwujudkan.


Sebenarnya penggunaan internet tidak akan menjadi adiksi -meski dengan durasi yang cukup lama, jika penggunaannya tidak mengganggu aktivitas lain yang lebih penting. Ketika kita tidak menjadikan penggunaan media sosial atau aplikasi lainnya sebagai distraksi atau alasan untuk “kabur” dari tanggung jawab pekerjaan. Justru menjadikannya hiburan sebagai salah satu coping mechanism bisa jadi baik. Selama masa krisis ini cukup wajar rasanya mengetahui adanya peningkatan penggunaan internet dan kita harus mewajarkan itu. Dengan catatan selama tidak mengganggu produktivitas.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023