Society Lifehacks

Menyampaikan Pesan Secara Efektif

Prabu Revolusi

@praburevolusi

Jurnalis, Akademisi & Juru Bicara Pemerintahan

Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari tidaklah bisa dipisahkan. Hampir di semua aspek kehidupan kita membutuhkan ilmu komunikasi. Ia menjadi kebutuhan dasar manusia meski dalam praktiknya banyak dari kita tidak menelaahnya lebih dalam. Padahal dengan memelajari ilmu komunikasi, kita bisa memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu yang besar. Bahkan kita bisa menyalakan api semangat bagi bangsa ini untuk berubah. 

Dengan memelajari ilmu komunikasi kita bisa memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu yang besar. Bahkan kita bisa menyalakan api semangat bagi bangsa ini untuk berubah. 

Salah satu praktik komunikasi yang kini sering kita lakukan adalah berekspresi lewat dunia digital. Sifatnya yang membebaskan kita untuk bersuara menjadi amat menarik. Dulu ketika hendak beropini dan ingin didengar khalayak ramai, kita harus menjajaki media mainstream. Prosesnya tentu tidak semudah sekarang yang serba gratis berbicara lewat media sosial. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, ruang digital semakin sempit karena semakin banyak orang yang menggunakannya. Pesan-pesan yang beredar di media digital jadi semakin bersinggungan. Akhirnya mau tidak mau, ruang digital seolah harus dibatasi dengan kontrak sosial supaya tidak saling mengganggu ruang bebas satu dengan yang lain. Kita harus memahami bahwa selama tidak mengganggu orang lain, kita bebas melakukan apa saja di media sosial.

Kita harus memahami bahwa selama tidak mengganggu orang lain, kita bebas melakukan apa saja di media sosial.

Sayangnya, tidak semua pengguna dunia maya paham akan hal tersebut. Biasanya mereka hanya tinggal unduh dan unggah tanpa kesadaran apapun. Tentu ini bisa terjadi karena kurangnya edukasi dalam menggunakan media sosial. Ibarat anak kecil yang sedang bertumbuh, ia harus merangkak sebelum bisa berjalan. Begitu juga dengan menggunakan media sosial. Sesungguhnya kita harus belajar dulu sebelum tahu bagaimana menggunakannya dengan tepat. Ingat tidak semasa di sekolah dulu kita diajarkan pancasila, etika, dan kenormaan untuk membentuk perilaku sosial. Tapi kini untuk berkomunikasi lewat digital kita tidak pernah mendapatkan bekal yang mumpuni. Padahal ini adalah bentuk interaksi sosial. 

Menurut saya penting sekali menghadirkan edukasi tentang media sosial di masyarakat. Utamanya di sekolah-sekolah sehingga anak-anak yang mulai bersentuhan dengan gadget bisa belajar mana yang harus dan tidak harus dipublikasikan di media sosial.  Sehingga mereka bisa mengerti baik-buruknya media sosial. Faktanya, berbagai permasalahan yang muncul akibat hadirnya media sosial salah satunya karena kurangnya pengetahuan tentang dunia digital. Segala aturan yang dibuat pun tidak akan efektif jika tidak didasari dengan edukasi terlebih dahulu. Alasan lain timbulnya masalah dalam praktik komunikasi kita sehari-hari adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan untuk menyampaikan pesan secara efektif. 

Alasan lain timbulnya masalah dalam praktik komunikasi kita sehari-hari adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan untuk menyampaikan pesan secara efektif. 

Pada dasarnya, dalam berkomunikasi entah di dunia maya atau nyata, yang perlu kita perhatikan bukan hanya pesannya. Komunikasi bukan hanya tentang pesan. Salah satu unsur yang harus diperhatikan adalah siapa komunikatornya atau siapa yang bicara menyampaikan pesan. Kedua, barulah memahami isi pesan. Kita harus bisa memperjelas pesan, tahu benar isinya apa agar tidak memiliki makna ganda yang bisa diterjemahkan berbeda-beda. Kemudian kita juga harus membedakan cara menyampaikan pesan tersebut tergantung medianya. Apakah komunikasi secara langsung tatap muka? Atau hanya sekadar lewat teks? Tentu saja penggunaan bahasa akan berbeda. Ketika berbicara tatap muka, saya biasanya akan membahasakan ekspresi wajah, kontak mata, hingga nada suara untuk menyampaikan pesan. 

Tidak berhenti di sana, unsur lain yang tidak kalah penting adalah mengetahui audiens dari pesan tersebut. Kita harus tahu pesan seperti apa yang relevan dengan audiens sehingga bahasanya pun harus disesuaikan. Terakhir adalah motif. Kita harus paham betul apa motif dalam penyampaian pesan tersebut. Apakah ingin memengaruhi orang lain? Memenangkan sebuah argumentasi? Atau memberikan inspirasi? Ketika saya mengajar misalnya. Sepertinya motif saya terlalu jauh jika ingin menggerakan para mahasiswa untuk berbuat sesuatu. Dalam mengajar motif saya untuk memberikan ilmu. Berbeda dengan para motivator yang motifnya memang untuk mengubah pandangan hidup seseorang. Cara berbicara seorang dosen dan motivator pun akan sangat berbeda. Motivator akan terdengar lebih dramatis, memainkan bahasa yang bisa memengaruhi psikologi pendengarnya. Kalau tidak tahu motifnya apa, tentu akan sulit didengar oleh target audiens. 

Kita harus paham betul apa motif dalam penyampaian pesan tersebut. Apakah ingin memengaruhi orang lain? Memenangkan sebuah argumentasi? Atau memberikan inspirasi?

Inilah juga yang tidak berhenti saya pelajari hingga sekarang. Setelah kurang lebih 18 tahun menjadi wartawan lalu kini menjadi juru bicara untuk institusi pemerintahan, menyesuaikan pola komunikasi jadi tugas utama. Padahal sebagai wartawan dan juru bicara, keduanya mengharuskan saya menyampaikan informasi. Bedanya adalah audiens yang dihadapi dan isi pesan yang hendak disampaikan. Saat menjadi wartawan, saya harus mencari tahu apa yang masyarakat perlu ketahui. Sedangkan saat menjadi juru bicara, saya harus menyampaikan pesan yang lebih kompleks dengan cara yang baik agar tidak menjadi ekses. Pesan yang berbentuk kebijakan pemerintah memiliki lapisan yang tidak sederhana untuk disampaikan. Di dalam setiap pesan yang disampaikan ada tujuan besarnya. Motifnya berbeda dengan pesan yang saya sampaikan ketika menjadi wartawan. 

Kini sektor pariwisata sedang mengalami penurunan. Dalam pesan yang saya sampaikan sebagai juru bicara kementerian pariwisata, saya harus menggunakan bahasa yang bisa membangkitkan gairah pariwisata pada masyarakat. Saya juga harus bisa menjaga agar pesan yang disampaikan tidak memicu tapi sebaliknya, menenangkan dan memastikan semua baik-baiknya saja. Sebab audiens saya sekarang adalah media dan masyarakat. Berbeda saat dulu saya menyampaikan informasi sebagai seorang wartawan yang audiens-nya adalah pemangku kebijakan. Dulu saya harus mencari informasi sedalam-dalamnya. Sementara sekarang saya harus memilih informasi mana yang harus diketahui untuk memenuhi hak masyarakat akan informasi dan mana yang kurang relevan dengan mereka. Inilah yang terus saya gali dan perdalam. Memilah pesan mana yang harus dan tidak harus disampaikan seolah menjadi seni pekerjaan saya sebagai seorang juru bicara.

 

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023