Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Into The Light dan Change.org kepada 5.211 responden, hasil survei tersebut menunjukkan fakta bahwa 98% diantaranya mengalami kesepian. Hasil penelitian yang sama menyebutkan ada 2 dari 5 partisipan yang pernah berpikir untuk menyakiti dirinya sendiri. Salah satu temuan yang mengejutkan adalah tidak ada satupun responden yang berhasil menjawab dengan benar seluruh pertanyaan terkait dengan literasi bunuh diri. Kelompok yang termarjinalkan seperti kelompok disabilitas, non-heteroseksual, dan HIV positif lebih rentan terhadap pikiran untuk mengakhiri hidup dibandingkan kelompok lainnya. Artinya, meskipun hampir semua responden merasakan kesepian, kelompok yang termarjinalkan lebih rentan untuk memiliki pemikiran bunuh diri. Oleh karena itu, perlu solusi yang tepat untuk masing-masing kelompok tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Into The Light dan Change.org kepada 5.211 responden, hasil survei tersebut menunjukkan fakta bahwa 98% diantaranya mengalami kesepian.
Saat mengalami masalah kesehatan mental, terdapat beberapa aktivitas yang dilakukan berdasarkan hasil penelitian. Umumnya kegiatan yang dipilih adalah membaca kitab suci atau berdoa, mencari hobi baru, serta membicarakan masalah yang dialami. Sedangkan individu yang dipilih untuk dapat membantu masalah kesehatan mental adalah keluarga, teman dekat berjenis kelamin sama, serta psikolog atau psikiater. Hanya 29,6% responden yang mengetahui bahwa layanan kesehatan mental dapat ditanggung oleh BPJS. Umumnya layanan kesehatan mental diakses secara daring, mengingat sudah banyak pilihan layanan kesehatan mental meski kita tetap harus berhati-hati perihal keamanannya. Terdapat persepsi bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk layanan kesehatan mental masih belum terjangkau.
Kesepian bisa dimaknai secara objektif dan subjektif. Kesepian secara objektif artinya memang tidak ada orang sama sekali, sedangkan subjektif dapat dimaknai berbeda bagi setiap orang. Rasa kesepian sebenarnya hadir sebagai sinyal bahwa kebutuhan sosial kita tidak terpenuhi, ditambah dengan keadaan sekarang. Merasa sepi ditengah keramaian terkadang tidak terlalu dianggap serius bagi sebagian orang. Padahal ini adalah tanda awal bahwa kita berada dalam kondisi kesehatan mental yang “gawat”. Di satu sisi kita melakukan isolasi mandiri atau pembatasan sosial demi kebaikan bersama tapi di sisi lain kita adalah manusia yang pada dasarnya makhluk sosial yang seharusnya bergaul. Rasa keterasingan adalah tanda awal dari depresi.
Rasa kesepian sebenarnya hadir sebagai sinyal bahwa kebutuhan sosial kita tidak terpenuhi. Merasa sepi ditengah keramaian terkadang tidak terlalu dianggap serius bagi sebagian orang. Padahal ini adalah tanda awal bahwa kita berada dalam kondisi kesehatan mental yang “gawat”.
Berdasarkan data penelitian yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, padai tahun 2020 juga didapati peningkatan kasus masalah depresi sebanyak 8,5% serta masalah kecemasan sebesar 6,8%. Peningkatan kasus ini muncul seiring dengan kecemasan masalah finansial yang dihadapi masyarakat terkait dengan kebijakan pembatasan sosial. Pikiran untuk menyakiti diri sendiri muncul dari stress yang tidak ditangani dengan baik. Depresi berkekepanjangan ditambah rasa putus asa membuat individu tersebut merasa bahwa hidup tidak lagi menjadi suatu hal yang layak untuk dijalani karena rasa sakit yang terlalu menghantui. Penting untuk menangani hal ini secara aktif dan tepat guna supaya kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri bisa dicegah.
Ada berbagai faktor yang memengaruhi kesehatan mental individu. Dalam sesi diskusi bertema "Creating Hope Through Action: Apa Kabar Kesehatan Mental Orang Indonesia?", 10 September lalu, Sylvia Adriana, survivor & life experiences expert, membagikan pengalamannnya terkait pikiran menyakiti diri. Bahwa akumulasi dari banyak masalah hidup yang terjadi mulai dari perceraian orang tua, pasangan yang bermasalah secara mental, dan masalah-masalah lain membuat dirinya sempat merasa bahwa jalan kaluar dari masalah yang dihadapi adalah mengakhiri hidup. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk keluar dari pemikiran ini kemampuan memahami apa yang memicu pemikiran tersebut dan berusaha menghindari dan mengatasinya. Terkadang sebenarnya keinginan itu masih mungkin muncul, butuh waktu, dan bantuan dari profesional.
Untuk orang awam, mungkin akan kebingungan saat ini mengakses layanan kesehatan mental. Negara sebenarnya menjamin layanan kesehatan, termasuk kesehatan mental yang dikelola oleh BPJS kesehatan. Informasi lebih lanjut mengenai layanan kesehatan mental ini sendiri bisa diakses melalui aplikasi Mobile JKN yang dapat diunduh melalui play store dan app store. Pertolongan pertama yang bisa kita lakukan saat kita atau mungkin orang terkasih kita mencoba untuk menyakiti diri sendiri salah satunya adalah melalui aplikasi Sehat Jiwa dari Kemenkes untuk memeriksa kesehatan mental kita terlebih dahulu. Hotline 119 juga sedang diusahakan untuk bisa kembali diakses dan dapat terhubung dengan rumah sakit jiwa terdekat.
Tes yang dilakukan melalui aplikasi tidak serta merta menjadi diagnosa bagi kita, jika memang hasilnya mengkhawatirkan kita tetep harus bertemu dengan bantuan profesional. Coba untuk saling menghargai satu sama lain, dan memerlakukan semua orang selayaknya manusia. Penting untuk bisa mendeteksi dini masalah kesehatan mental yang mungkin terjadi pada kita, teman, atau pun keluarga kita agar dapat ditangani sebelum terlalu parah. Mari jadikan kondisi yang sulit ini untuk bisa membangun solidaritas untuk menjaga diri sendiri dan orang lain. Mencegah usaha bunuh diri mulai dari mengahargai kehidupan dan membentuk dunia yang kayak kita hidupi dan rayakan.
Coba untuk saling menghargai satu sama lain, dan memerlakukan semua orang selayaknya manusia. Penting untuk bisa mendeteksi dini masalah kesehatan mental yang mungkin terjadi pada kita, teman, atau pun keluarga kita agar dapat ditangani sebelum terlalu parah.