Teknologi dan sains mungkin belum menjadi topik favorit masyarakat Indonesia. Sebagian dari mereka masih sebatas menjadi konsumen produk-produk teknologi dan sains. Di sisi lain, riset menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan pengguna media sosial paling banyak. Ini sebenarnya menunjukkan kita sangat dekat dengan teknologi dan sains. Sayangnya, kita masih punya beragam keterbatasan untuk menjadikan sektor ini besar.
Tantangan utama berkaitan erat dengan pendidikan. Di sekolah biasanya kita hanya diajarkan untuk mengerti dan memahami teori saja (bahkan mungkin hanya menghapal) tanpa diberikan kesempatan untuk kenal dengan implementasi dari teknologi dan sains. Sejatinya untuk menjelaskan tentang teknologi dan sains dibutuhkan banyak praktik agar anak-anak bisa mengasah kemampuan visual, auditorial dan kinestetik mereka. Kendalanya tentu saja berasal dari pendanaan. Untuk mengadakan praktik teknologi dan sains dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Fasilitas komputer misalnya, belum semua sekolah memiliki komputer. Ditambah lagi jika para murid tidak punya komputer di rumahnya. Akan semakin jauh dari ilmu teknologi. Umumnya yang terjadi, orang tua dengan penghasilan setara UMR (upah minimum regional) akan lebih memilih membelikan anak-anak mereka handphone ketimbang komputer. Sedangkan handphone juga memiliki keterbatasan untuk belajar.
Untuk menjelaskan tentang teknologi dan sains dibutuhkan banyak praktik agar anak-anak bisa mengasah kemampuan visual, auditorial dan kinestetik mereka
Tidak hanya anak-anak, orang dewasa pun masih banyak yang memiliki keterbelakangan ilmu pengetahuan teknologi dan sains karena penyebaran literasi digital yang asimetris. Beberapa waktu lalu saya mengadakan pelatihan secara online dan tidak semua orang mengerti cara mengoperasikan Zoom, aplikasi meeting online. Belum lagi dengan keterbatasan bahasa. Materi-materi pembelajaran tentang teknologi dan sains banyak menggunakan Bahasa Inggris. Sayangnya pemahaman Bahasa Inggris masih menjadi "barang mewah" di Indonesia.
Anak-anak di era ini sebenarnya lebih mudah untuk mempelajari teknologi dan sains asal orang tua mau membuka pikiran dan memberikan akses pada anak-anaknya. Masa depan para pelaku di sektor teknologi dan sains niscaya cemerlang. Bayangkan programmer yang baru lulus kuliah saja bisa mendapatkan gaji minimal 10 juta. Tapi banyak orang yang tidak tahu dan menganggap sektor ini kecil lingkupnya dan tidak bisa dijadikan pegangan hidup. Contohnya staf saya yang melarang anaknya masuk jurusan teknik. Dia pikir anaknya hanya akan menjadi seorang mekanik. Ini menunjukkan bahwa bekerja di industri teknologi dan sains belum lumrah di masyarakat kita.
Anak-anak di era ini sebenarnya lebih mudah untuk memelajari teknologi dan sains asal orang tua mau membuka pikiran dan memberikan akses pada anak-anaknya. Masa depan pelaku sektor teknologi dan sains niscaya cemerlang.
Media berperan amat penting untuk membantu kepopuleran sektor teknologi dan sains. Selama ini kita mungkin hanya kenal Bill Gates atau Steve Jobs meski sebenarnya banyak sekali orang-orang dengan latar belakang teknologi dan sains yang tidak kalah sukses dan menciptakan beragam produk canggih. Di Indonesia sendiri jarang sekali ada eksposur para pencipta teknologi dan sains dalam negeri. Di antara yang jarang tersebut, mungkin yang paling terkenal di mata masyarakat dan anak-anak adalah Pak Habibie. Selebihnya, nyaris tidak terpatri dalam ingatan mereka. Kalau saja kita bisa memperlihatkan figur-figur lainnya, anak-anak akan semakin tertarik untuk mendalami topik-topik teknologi dan sains.
Tidak mudah memang mengenalkan teknologi dan sains. Orang tua bisa memulai melalui hal-hal sederhana yang mudah dipahami anak-anak. Arahkan dari kegiatan atau topik yang mereka suka. Misal, anak saya yang perempuan suka sekali bermain aplikasi TikTok dan Youtube. Awalnya dia hanya pengguna, sekadar menjadi penonton. Belakangan dia mau mulai membuat konten. Rasa penasaran mendorong dirinya untuk bertanya pada saya tentang proses pembuatan konten. Di sinilah kesempatan kita para orang tua untuk memberi "kail" dan bukan "ikan". Saya membantu di proses awalnya namun selanjutnya saya biarkan dia mandiri menjalani proses pembuatan konten. Akhirnya dia mampu menggunakan software dan melakukan proses editing konten. Semua dia pelajari melalui Youtube.
Tidak mudah mengenalkan teknologi dan sains. Orang tua bisa memulai melalui hal-hal sederhana yang mudah dipahami anak-anak. Arahkan dari kegiatan atau topik yang mereka suka.
Idealnya, orang tua juga membuka ruang untuk mereka bertanya. Jangan takut tidak bisa menjawab karena justru ini bisa menjadi kesempatan untuk mengarahkan mereka pada sesuatu yang baik. Contoh sederhana, Google. Kita bisa mengajarkan anak-anak bahwa smartphone tidak hanya untuk bermain atau sekedar akses ke media sosial tapi juga bisa digunakan untuk memperluas wawasan lewat mesin pencarian. Siapa tahu nantinya mereka bisa menciptakan aplikasi media sosial sendiri. Peran orang tua menjadi lebih, tidak hanya memberikan informasi namun turut terlibat dan partisipatif dalam bersama-sama mencari informasi. Dengan ini anak anak bisa dilatih untuk berpikir kritis tidak cuma menerima informasi yang sifatnya satu arah saja. Meskipun kita para orang tua merasa awam serta tidak dekat dengan teknologi dan sains, tidak pernah ada kata terlambat untuk membuka diri pikiran sehingga kita bisa belajar dan berkembang bersama dengan anak anak kita. Mari jatuh cinta pada teknologi.