Pakaian bisa menjadi sarana kita menyampaikan identitas diri. Mau tidak mau kita pasti akan menyatakan diri dengan penampilan yang sesuai dengan identitas kita. Telah terbentuk dengan sendirinya di masyarakat bahwa profesi tertentu akan menampilkan gayanya sendiri. Misalnya profesi bankir dan rapper sudah pasti menyatakan gaya yang berbeda. Begitu juga mereka yang menyukai gaya fashion Hypebeast dan klasik. Selera fashion yang berbeda-beda itu membuat mereka menyatakan identitas yang berbeda-beda pula. Inilah definisi fashion untuk saya. Sebuah wujud, bentuk, atau ekspresi yang didasari oleh estetika yang relevan pada zamannya.
Dari zaman ke zaman tentu saja dunia mode mengalami perkembangan. Diawali dari kelahiran para couturier atau dressmaker di dunia, terutama di Eropa yang membuatkan pakaian untuk orang-orang berpengaruh seperti anggota kerajaan. Mereka yang berasal dari berbagai rumah mode berinovasi dengan karya made-to-order hingga menjadi pionir di industri ini. Sebut saja Coco Chanel dan Givenchy. Seiring berjalannya waktu, tren made-to-order berubah. Di abad ke-19 tren pakaian ready-to-wear muncul di permukaan dan mengubah selera masyarakat terhadap gaya berpakaian. Di Indonesia perubahan dunia mode memiliki pola yang mirip. Meski negara kita sebenarnya terkenal dengan tren made-to-order sampai sekarang, namun di tahun 80an tren ready-to-wear mulai bangkit memberikan warna baru. Kini perkembangan dunia mode mulai mengarah ke gaya kasual yang dipengaruhi oleh selera generasi muda dengan tren Hypebeast yang ditandai oleh ragam sneakers.
Perubahan dunia mode bisa dibilang tidak jauh dari unsur sosial, budaya dan ekonomi. Meski banyak orang yang masih memandang pakaian sebagai alat untuk memiliki gengsi namun melihat dari sejarahnya dunia mode sebenarnya diciptakan untuk melahirkan pakaian dengan nilai estetika. Bahkan beberapa orang melihatnya sebagai karya seni. Dibalik penciptaan sebuah pakaian terdapat orang-orang luar biasa di belakangnya. Pakaian dirancang tidak hanya melihat fungsinya saja tapi juga nilai estetikanya sebagai sebuah karya. Kemampuan, cita rasa, passion dalam sebuah pakaian menentukan harga. Inilah mengapa nilai sebuah pakaian haute couture atau high fashion menjadi amat tinggi. Walaupun sekarang tidak digaungkan sekeras dulu, masih banyak orang yang memberikan apresiasi. Parameter tersebut juga berlaku di era modern sekarang ini. Berbagai label membuat identitas dan brand building yang dapat menjadikan produknya bergengsi. Sehingga tidak heran dengan harga yang harus dikeluarkan seseorang, dia akan mengasosiasikan dirinya dengan apa yang dikenakan.
Perubahan dunia mode bisa dibilang tidak jauh dari unsur sosial, budaya dan ekonomi.
Akan tetapi bukan berarti sebuah standar tertentu dapat menentukan nilai kesempurnaan dalam penampilan seseorang. Menurut saya kesempurnaan sifatnya sangat relatif tergantung siapa yang memandang dan dengan sudut pandang apa. Contohnya penggunaan leather Patina yaitu proses penggelapan warna kulit yang sering dipakai untuk bagian pegangan pada tas. Proses warna kulit yang menggelap diperkirakan sebagai cacat atau ketidaksempurnaan untuk sebagian orang. Namun bagi para pecinta kulit, proses ini justru menampilkan keindahan tersendiri dan sangat personal. Konon orang Italia beranggapan bahwa proses penggelapan kulit bisa membuat barang yang dimilikinya itu menjadi amat personal. Warna gelapnya ditentukan dari bagaimana orang tersebut menggunakannya sehingga seiring berjalannya waktu akan menampilkan keindahan yang berbeda di permukaan kulit. Terkadang keindahan datang dari ketidaksempurnaan. Orang yang cukup konvensional pasti akan berpikir bahwa pakaian yang dressy seperti top dengan rok A-line akan sempurna jika dipadu dengan kalung mutiara dan stiletto. Namun sekarang banyak yang memadukannya dengan sneakers untuk terkesan muda dan modern. Sehingga setiap orang sebenarnya memiliki penilaian akan kesempurnaan yang berbeda-beda. Saya pun lebih menjunjung pada kepercayaan diri, karakter, dan gaya personal untuk menentukan takaran kesempurnaan masing-masing.
Kesempurnaan sifatnya sangat relatif tergantung siapa yang memandang dan dengan sudut pandang apa.
Belakangan perubahan di industri fashion juga dipengaruhi oleh isu lingkungan. Tidak bisa dipungkiri bahwa industri fashion menjadi salah satu penyumbang emisi karbon yang tinggi. Akan tetapi saya melihat para pelaku di industri ini juga sudah mulai berdamai dan mencoba beradaptasi dengan tuntutan yang datang dari para konsumen — terutama anak muda yang sadar akan lingkungan, dan para penuntut kebijakan. Akan tetapi menurut saya berbicara sustainability sangatlah kompleks. Banyak pertimbangan untuk mencapainya di mana akan ada pengorbanan yang besar. Terutama pada ekonomi. Untuk membuat produk pakaian yang ramah lingkungan dibutuhkan biaya produksi tinggi. Misalnya saja berbicara idealisme saya terhadap batik. Saya mendukung sekali produksi batik tulis tetapi saya tidak bisa secara ekstrem mengesampingkan kehadiran batik print. Ada orang-orang yang tidak mampu membeli batik tulis. Menyadari faktor ini, saya lebih menganjurkan untuk memberikan sosialisasi padamereka yang tidak mampu membeli batik tulis untuk membeli batik print selama ada nilai kejujuran dan transparansi di dalamnya. Menurut saya, kejujuran dan transparansi adalah dua hal yang paling penting ada di industri ini untuk mencapai sustainability. Di saat seseorang sudah membuat sebuah langkah kecil untuk menuju sustainability meski belum pada tahap ekstra, upayanya sudah cukup berarti. Saya percaya nantinya pasti akan ada jalan untuk mempertemukan fashion dengan sustainability. Hanya jalannya masih cukup panjang.
Kejujuran dan transparansi adalah dua hal yang paling penting ada di industri ini untuk mencapai sustainability. Di saat seseorang sudah membuat sebuah langkah kecil untuk menuju sustainability meski belum pada tahap ekstra, upayanya sudah cukup berarti.