Society Health & Wellness

Memutus Rantai Bahaya

Sebagai manusia kita tidak bisa hidup sejahtera jika tidak berbagi pada satu sama lain. Sebab untuk menjalankan hidup yang berkepanjangan, kita harus bisa berbagi. Tidak pernah ada ruginya berbagi dengan orang lain. Tidak juga membuat kita miskin. Justru sebaliknya, kita bisa jadi kaya kalau mau berbagi. Apalagi berbagi pada mereka yang sudah kita anggap keluarga. Saya ingat saat sumpah dokter terdapat kalimat yang menyatakan bahwa saya harus bisa memperlakukan para dokter seperti keluarga. Sehingga ketika mendengar kabar duka tentang para tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19, muncul haru yang mendalam untuk saya. Walaupun saya tidak mengenal mereka, tapi saya merasakan apa yang dialami. Profesi menjadi dokter tidaklah mudah. Kala harus menolong orang lain, kita justru harus ekstra menjaga diri agar terus dapat melayani mereka yang sakit. 

Sebagai manusia, kita tidak bisa hidup sejahtera jika tidak berbagi pada satu sama lain. Sebab untuk menjalankan hidup yang berkepanjangan, kita harus bisa berbagi.

Sayangnya, di awal masa pandemi merebak di Indonesia sulit sekali untuk menjaga diri masing-masing. Saya sempat mengalami kesulitan mendapatkan APD (Alat Pelindung Diri —red). Saat itu belum ada distribusi APD dari pemerintah ke daerah-daerah luar Jabodetabek. Saya yang bekerja di rumah sakit daerah di Gianyar, Bali, sampai harus membeli sendiri. Padahal idealnya APD harus rutin diganti. Tapi karena keterbatasan, saya dan tim tenaga kesehatan di sana harus memakainya berulang kali. Begitu pula dengan masker medis yang seharusnya diganti setiap kali bertemu pasien berbeda. Keterbatasan jumlah masker membuat kami hanya boleh menggantinya setelah delapan jam. Tentu saja ini risikonya besar sekali untuk para tenaga kesehatan yang juga bisa membahayakan para keluarga mereka serta pasien itu sendiri. 

Tidak pernah ada ruginya berbagi dengan orang lain.

Saya menyaksikan banyak tenaga kesehatan yang tidak berani pulang ke rumah masing-masing karena takut menularkan pada keluarga. Akhirnya mereka terpaksa tinggal di rumah sakit atau di tempat lain selain rumahnya sendiri. Mereka hanya bisa berkomunikasi lewat video atau telepon saja dengan keluarga. Sungguh banyak yang dikorbankan sejak awal pandemi hingga sekarang. Saya sendiri saja tidak berani pulang ke rumah dan bertemu dengan orang tua. Merupakan sebuah kemewahan untuk kami para tenaga kesehatan jika bisa memeluk anggota keluarga. Daripada menularkan, lebih baik kami berasumsi bahwa kami sudah terjangkit saja. Jadi tidak berani ke mana-mana. 

Suatu saat, saya mendengar salah satu dokter ternama di Indonesia yang juga dosen saya kuliah dulu telah meninggal karena terpapar virus Covid-19. Mendengar itu, saya merasa terdorong untuk melakukan sesuatu. Saya tidak mau karena perlindungan yang kurang sempurna kami bisa kehilangan nyawa. Kalau terus berjatuhan korban, jumlah tenaga kesehatan berkurang, sudah pasti pasien juga tidak terbantu. Kemudian munculah ide untuk dapat membantu para tenaga kesehatan. Saya mengajak teman-teman dokter untuk menggalang donasi yang nantinya akan dibelikan APD lalu memberikannya pada para tenaga medis yang membutuhkan. Berangkat dari inisiatif ini akhirnya terbentuklah Help to Help. Kami fokus untuk membagikan APD ke daerah-daerah yang terbengkalai. 

Dari menggalang donasi lewat Instagram, akhirnya saya dan beberapa teman bisa membuat situs juga. Dengan adanya situs ini, pihak rumah sakit bisa mengirim data tentang jumlah PDP (Pasien Dalam Pengawasan —red) dan kasus positif. Nantinya akan dihitung kira-kira rumah sakit tersebut butuh berapa banyak APD dan kami akan penuhi paling tidak 20%. Akan tetapi, kami mengutamakan rumah sakit yang benar-benar dalam situasi darurat. Ini bukanlah masalah yang bisa ditunda. Kami berharap bisa membantu semua orang. Namun di saat seperti ini, kami harus mengutamakan mereka yang benar-benar perlu. Para donatur bisa menyumbang uang yang nantinya akan dibelikan APD. Sebenarnya boleh-boleh saja mereka mengirimkan APD. Hanya saja banyak APD yang dipakai oleh tenaga medis tidak sesuai dengan standar medis. Seolah memberikan keamanan semu, sejumlah APD masih bisa ditembus virus karena sangat tipis. Jadi jika ada orang yang menyumbang APD kami akan teliti sungguh-sungguh. Kalau lulus quality control (ada sertifikat, dan lain-lain) kami baru akan terima. 

Walaupun kini sumbangan sudah banyak diterima oleh rumah sakit, tetapi angka tenaga kesehatan yang meninggal sudah mencapai ratusan. Maka kami harus terus gencar menggalang dana untuk ini. Kalau tidak kita akan menciptakan “lingkaran setan”. Dari pasien menular ke tenaga medis, lalu dari tenaga medis ke keluarga mereka, tidak selesai-selesai. Apalagi sekarang banyak pasien yang bohong agar tidak disangka terkena Covid-19. Dulu kami hanya akan memakai APD jika tahu pasien positif terjangkit. Jadi jika mereka tidak jujur akan kondisinya, kami para tenaga kesehatan sebenarnya sudah terpapar virus. Sudah begitu, kami juga seperti dianggap penjahat. Dituding memanfaatkan pasien dengan memberikan diagnosa Covid-19 pada pasien. Sedih sekali rasanya tahu banyak orang yang mencela di saat kami juga berkorban banyak untuk semua pihak. 


Lewat Help to Help saya juga ingin menyampaikan ke masyarakat bahwa pandemi belum berakhir. Bahkan belum mencapai puncak. Sekarang belum saatnya kita santai dan mengacuhkan protokol kesehatan. Kita hidup bersama-sama, jadi janganlah memikirkan kepentingan sendiri saja. Saya mengerti betul semua aspek hidup sedang sulit. Tapi kita tetap harus mencari titik tengah untuk memperbaiki keadaan tersebut. Kalau memang mau kami sebagai tenaga kesehatan membantu masyarakat, saya berharap masyarakat juga bisa melakukan peran mereka. Menjaga kesehatan, patuhi protokol, serta jujur ketika sedang periksa. Jangan sampai kita menciptakan “lingkaran setan” tadi hingga lebih banyak lagi korban yang berjatuhan.

Kita hidup bersama-sama, jadi janganlah memikirkan kepentingan sendiri saja.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023