Di dunia digital kita semua sebenarnya memiliki hak yang sama sehubungan dalam konsumsi internet. Kita berhak memiliki rasa aman untuk berekspresi tanpa takut diawasi. Tentu ada hukum-hukum yang berlaku tapi harusnya tidak sampai mengatur orang boleh atau tidak boleh berbicara apa. Kalau tidak, wadah kita untuk berekspresi dan menyalurkan pendapat akan semakin kecil. Sayangnya, dewasa ini semakin banyak hal-hal yang sulit dibicarakan secara terbuka di ruang digital. Politik, LGBTQ bahkan urusan hutang piutang antar keluarga yang dibicarakan secara eksklusif saja bisa dikenakan sanksi hukum.
Di dunia digital kita semua sebenarnya memiliki hak yang sama sehubungan dalam konsumsi internet. Kita berhak memiliki rasa aman untuk berekspresi tanpa takut diawasi.
Ada satu kasus di mana sebuah keluarga membicarakan tentang hutang piutang di grup WhatsApp. Ternyata salah satu dari mereka melaporkan dengan tuntutan pencemaran nama baik yang sampai membuat hubungan persaudaraan terputus karena hutang. Undang-undang ITE adalah delik aduan. Kalau kita punya masalah personal dengan seseorang lalu kita pergi ke polisi dengan bukti screenshoot, berarti orang yang diadukan bisa melawan undang-undang sehingga sama saja dia melawan negara.
Sebenarnya, masyarakat kita masih bisa dibilang kaget dengan keberadaan internet. Semua orang bisa menemukan apapun di internet sehingga memberikannya kuasa. Sepuluh tahun lalu, kita mungkin tidak pernah terbayang bisa video call dengan teman di berbagai negara atau rapat lewat Zoom. Apalagi ketika pandemi, kita mengandalkan digital untuk beraktivitas. Ini yang membuat kita shock culture. Sayangnya lagi, fenomena ini tidak diimbangi dengan literasi digital. Sebagian orang mungkin merasa melakukan apapun di dunia digital tidak ada bahayanya. Contoh foto sambil mandi, dipikir tidak masalah. Padahal, sekalipun disimpan sendiri dan tidak dipublikasi, bisa jadi masalah.
Kita seringkali kaget dengan hal yang baru. Masyarakat kita memiliki kecenderungan untuk mengejar teknologi terbaru. Kalau ada aplikasi terbaru, semua orang ramai-ramai unduh dan menggunakannya. Lalu tiba-tiba semua orang jadi ahli yang membicarakan segala sesuatu tapi di saat yang sama bisa jadi gagap juga. Lalu bagaimana? Apakah tidak perlu menggunakan internet sama sekali? Tidak menggunakan internet bukan solusi menghadapi internet. Solusi terbaik adalah meningkatkan kesadaran untuk berhati-hati dalam penggunaannya serta pengetahuan yang cukup atas segala perangkat di dalamnya. Kenali benar smartphone kita seperti apa, media sosial yang dimiliki serta aturan yang berlaku. Maka, kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kita tahu langkah pencegahannya.
Tidak menggunakan internet bukan solusi menghadapi internet. Solusi terbaik adalah meningkatkan kesadaran untuk berhati-hati dalam penggunaannya serta pengetahuan yang cukup atas segala perangkat di dalamnya.
Pada dasarnya, risiko yang paling rentan di media sosial adalah melanggar batasan norma. Contohnya ketika kita hendak berbicara tentang satu topik yang mungkin sensitif dan bersifat satu arah, mungkin sebaiknya tidak di Twitter atau Facebook. Itu adalah ranah publik yang kita mau tidak mau harus membuka ruian diskusi. Hal-hal yang sifatnya satu arah seperti ini mungkin bisa lebih tepat diungkapkan di grup yang isinya memiliki idealisme serupa. Meskipun kita harus tetap ekstra hati-hati. Risiko lainnya adalah mudahnya identitas kita dimanipulasi orang lain. Semua foto dan informasi yang kita unggah di internet, bisa disalah-gunakan orang orang lain.
Jadi, jika ingin melindungi diri dari segala risiko tersebut, kita harus pintar-pintar memilah mana aplikasi atau konten yang penting untuk diunggah dan tidak. Jika aplikasi yang dirasa kurang mendukung produktivitas hidup, mungkin tidak perlu diinstal. Penggunaan media sosial atau aplikasi yang umum pun mungkin bisa dikurangi, secukupnya saja. Selain itu, kita juga bisa menambah pengetahuan untuk melindungi diri dari jerat hukum dunia digital. Semisal mengetahui informasi tentang kontak darurat apa yang bisa membantu kita menyelesaikan masalah hukum di digital atau mencari jaringan yang punya idealisme serupa sehingga bisa jadi sistem pendukung. Dengan berjaringan atau berserikat dengan berbagai komunitas yang memiliki visi misi serupa dengan opini yang dimiliki, kita bisa mencari keamanan untuk mendukung pernyataan. Akan tetapi, ini semua kembali ke peran kita masing-masing di publik. Kalau merasa identitas kita tidak berisiko, silahkan saja.