Situasi pandemi yang belum terlihat titik akhirnya, membuat saya merasa terpanggil untuk meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran terlibat dalam proses penanganan. Sekalipun tentu saja keterlibatan tersebut disesuaikan dengan kapasitas saya. Kebetulan karena profesi saya adalah pengembang situs web, di awal pandemi saya memutuskan mulai terlibat dengan membuat portal informasi untuk mempelajari perkembangan isu Covid-19 di Indonesia maupun dunia. Selain itu, saya juga rutin berdiskusi dengan teman-teman pemerhati Covid dari berbagai kalangan, termasuk nakes, epidemiolog, virolog, pengembang vaksin, organisasi masyarakat sipil dan juga teman-teman di lingkaran pembuat kebijakan.
Berdasarkan diskusi dan data yang ada, saat ini kita sedang dihadapkan dengan masalah serius yang disebabkan virus Covid-19 varian Delta. Dari analisa yang berkembang, walaupun varian Delta tidak lebih berbahaya, dalam arti tidak memberikan gejala yang lebih berat dari varian asli, kalau kecepatan penyebarannya lebih tinggi maka pada akhirnya, dalam periode yang sama, jumlah korban meninggal akan lebih banyak dibandingkan varian asli. Hasil riset terkini, jika pada varian asli seorang yang positif Covid bisa menulari 2-3 orang lainnya, varian Delta bisa menulari antara 6-8 orang. Konsekuensinya sudah terjadi di India dan belakangan Indonesia terlihat berpotensi mengarah ke situasi yang serupa.
Yang sangat krusial di Jakarta saat ini adalah curamnya kurva kenaikan kasus harian, yang sudah mirip dengan kurva di India di awal gelombang kedua pandemi di sana, yang disebabkan oleh varian Delta. Bisa diasumsikan bahwa varian Delta sudah mendominasi di Jakarta dan para penderita Covid-19 belakangan terserang varian tersebut. Dari cerita rekan-rekan nakes, dan mengamati kisah anekdot dari India dan Amerika, rata-rata pasien sekarang yang sempat ke IGD akhirnya perlu dirawat inap, berbeda dengan gelombang pertama setelah libur nataru. Dugaan para ahli di beberapa negara, varian Delta bukan hanya lebih cepat penyebarannya tapi juga lebih cepat memperburuk kondisi pasien. Varian ini juga tidak mengenal usia, mereka yang masih mudah juga berisiko mengalami gejala berat, sampai pasang ventilator bahkan bisa meninggal dunia.
Bersama teman diskusi yang seorang virolog, kami mencoba menelisik data Covid-19 lebih jauh. Kami mengolah data kasus harian, data genome sequencing, laju pertumbuhan kasus varian Delta, dan data mobilitas penduduk yang dirilis oleh Google. Kami menemukan korelasi yang signifikan, terutama untuk kenaikan mobilitas di area risiko tinggi (tempat kerja, retail dan tempat rekreasi seperti resto dan mall, serta lokasi transit seperti terminal bis, stasiun kereta), dengan kenaikan kasus harian. Dan kurva kenaikannya jadi koheren dengan kurva kenaikan kasus delta di India, UK dan Amerika. Dari data genome sequencing kami juga tahu bahwa varian Delta sesungguhnya sudah masuk di Jakarta sejak awal Januari 2021. Maka kami simpulkan, memang kenaikan tajam kasus Covid-19 di DKI Jakarta di bulan Juni ini disebabkan dan didominasi oleh varian Delta.
Kami juga menganalisa bahwa momen mudik lebaran di pertengahan Mei bisa jadi sangat berkontribusi pada penyebaran varian Delta secara lebih masif. Ketika sebagian masyarakat Jakarta pulang ke kampung halaman, mungkin mereka membawa varian Delta di perjalanan dan menulari pemudik lain, atau mereka tertular dari pemudik lain di perjalanan. Sesampainya di kampung halaman, kumpul dengan sanak saudara dari berbagai daerah dan terjadi penularan tambahan walau belum timbul gejala. Dalam perjalanan kembali ke Jakarta pun, mungkin juga terjadi tular menular sepanjang perjalanan.
Karena periode inkubasi sebelum timbul gejala bisa sampai 14 hari, bisa jadi sebagian sudah masuk kerja lagi dan menulari orang-orang di perjalanan ke tempat kerja, menulari rekan-rekan di kantornya, yang lalu menulari lebih banyak orang lagi termasuk keluarga mereka masing-masing. Alhasil, kita melihat sendiri sejak awal Juni, kasus Covid terus bertambah dengan sangat cepat.
Seharusnya dengan kejadian ini, kita tidak lagi bisa menganggap remeh varian Delta atau virus Covid-19 secara umum. Minggu-minggu ke depan diprediksi bisa sangat mengkhawatirkan jika mobilitas tidak segera dibatasi dengan ketat. Jika tidak begitu kita harus siap melihat peristiwa yang terjadi di kota-kota India beberapa waktu lalu juga terjadi di Jakarta.
Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk menurunkan tingkat penyebaran? Prinsipnya adalah melakukan apa yang bisa dilakukan oleh semua pihak yang bisa melakukan. Baik pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, semua bisa berperan mengendalikan wabah.
Yang paling mudah adalah memulai dari diri sendiri. Paling penting dan mudah adalah meng-upgrade masker, tidak lagi hanya pakai masker kain, karena filtrasinya kurang bagus, tapi memakai masker dobel. Masker bedah yang kawat hidung ditekuk mengikuti kontur sekitar hidung, dilapisi masker kain di luar untuk memperbaiki kerapatan masker dengan wajah, mencegah ada udara yang mengandung micro droplet bervirus Covid terhirup masuk lewat celah di sekitar hidung, pipi dan dagu.
Hal lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan berkegiatan di/dari rumah saja. Misal, pertimbangkan kembali jika ingin belanja kebutuhan sehari-hari, apakah harus ke pasar atau supermarket? Mengingat kini kita bisa memesan lewat aplikasi. Begitu juga dengan membeli makanan di restoran, semua bisa lewat aplikasi. Kurangi atau berhenti dulu rekreasi ke luar rumah seperti makan-makan keluarga, pergi ke mal.
Kalau memang harus aktivitas ke/di luar rumah, usahakan cari tempat yang terbuka, kalau ruang tertutup minimal dua sisinya tidak ada tembok agar ventilasinya lancar. Jika perlu ada pertemuan dengan klien dan tidak bisa ditunda atau secara daring, carilah lokasi meeting tempat yang terbuka, tetap maskeran dan jaga jarak, serta hindari acara makan bersama. Saya sudah ada teman yang positif karena meeting di dalam ruangan AC tertutup bersama dua orang yang di kemudian hari diketahui positif ketika rapat tersebut, padahal mereka bertiga sudah memakai masker.
Sementara untuk perusahaan, alangkah baiknya jika bisa memaksimalkan WFH bagi karyawan di saat kasus harian naik tajam seperti ini. Memang berat, tapi risikonya adalah kesehatan jangka panjang bahkan nyawa karyawan, dan tentunya produktivitas dan kelangsungan usaha perusahaan. Sebaiknya tidak hanya memikirkan bulan ini akan untung atau tidak, tapi memikirkan bagaimana nasib perusahaan lima tahun mendatang dengan menjaga aset paling berharga yang dimiliki sekarang yaitu sumber daya manusia-nya.
Jika memang harus WFO, perketat prosedur kesehatan. Perhatikan betul soal ventilasi, sebab jalur penularan Covid-19 yang utama adalah micro droplet yang melayang di udara dan masuk lewat celah masker. Di kantor, baiknya buka semua jendela kemudian pakai kipas angin untuk membuang udara ke luar ruangan. Jika tidak ada jendela, mungkin bisa memasang beberapa air purifier yang disesuaikan dengan luas ruangan. Intinya adalah memperhatikan sirkulasi udara yang ada dalam ruangan. Juga hindari makan siang bersama dan makan siang di dalam kantor. Usahakan memfasilitasi karyawan agar bisa makan di taman atau halaman sekitar kantor, atau di kendaraan masing-masing. Dan wajibkan karyawan upgrade masker, minimal masker bedah dilapis masker kain, dipakai rapat dan disiplin.
Sedangkan untuk porsi pemerintah, soal vaksinasi sebenarnya harus kita apresiasi karena Indonesia sudah bisa mengamankan dosis vaksin yang cukup dan dengan berbagai merek. Semoga proses vaksinasi semakin cepat, lancar dan merata, bisa menandingi penyebaran varian Delta maupun varian lainnya di masa depan. Dan yang klasik, upaya 3T, testing, tracing, treatment, atau tes, lacak dan isolasi, juga seharusnya bisa lebih ditingkatkan lagi, untuk bantu memutus mata rantai penularan dengan segera menemukan dan mengisolasi orang-orang yang positif Covid.
Ayo, mari ambil peran kita baik dalam kapasitas pribadi, maupun profesional. Setiap kita turut bertanggung jawab dan bisa ikut membantu upaya pengendalian wabah. Semoga pandemi Covid segera berakhir. Sehat-sehat semuanya ya. Jangan kasih kendor prokesnya. Lebih baik lebai daripada abai apalagi gudbai.