Tidak semua orang suka berkompetisi. Namun sadar atau tidak, semua orang pasti berkompetisi. Entah dengan orang lain atau dengan dirinya sendiri. Bahkan sebenarnya kompetisi dengan diri sendiri adalah yang tersulit tapi terpenting. Pada dasarnya, kehadiran kompetisi dalam hidup kita cukup signifikan. Jika tidak ada kompetisi, kita tidak akan melihat kemajuan.
Jika tidak ada kompetisi, kita tidak akan melihat kemajuan.
Dulu saya pernah memulai sebuah startup dengan ide yang masih amat baru sehingga belum ada kompetisi. Jadi, saya dan tim merasa tenang-tenang saja tanpa strategi khusus. Tanpa diduga, ternyata ada perusahaan lain yang hendak membangun startup dengan ide yang serupa. Kami pun panik dan buru-buru menyusun strategi untuk siap dalam kompetisi. Belajar dari pengalaman itu, saya pun menyadari bahwa kompetisi bisa membuat kita bergerak, lebih cepat membuat keputusan. Saat dipikirkan lebih dalam lagi, ternyata kompetisi juga bisa jadi validasi atas ide yang ingin dibangun. Berarti ide yang kita punya berpotensi baik.
Jika ditanya apakah saya orang yang kompetitif atau tidak, tentu saya akan menjawab “ya”. Kompetisi bisa membuat saya tidak cepat puas sehingga mendorong untuk terus berkembang dan menjadi lebih baik. Meskipun demikian, saya memahami bahwa kompetisi bisa membuat kurang bersyukur dan terus merasa tidak cukup. Akhirnya kita bisa depresi dan termakan dengan ego untuk terus mencapai apa yang diinginkan. Saya percaya dengan pernyataan: “We have to dream big but with zero expectation”. Artinya, kita boleh bermimpi besar, berkompetisi, tapi sebaiknya jangan berekspektasi apapun. Lagi pula, kita harus tahu batas sampai mana bisa berkompetisi. Jangan sampai kita mau berkompetisi di luar kemampuan hingga bisa berakhir kecewa dan kehilangan semuanya. Kita harus bisa melihat kompetisi seperti apa yang substansial, yang memang pantas untuk diperjuangkan. Jika kompetisi hanya sekadar untuk memenuhi ego dan berujung pada hal yang tidak baik, buat apa?
We have to dream big but with zero expectation.
Menurut saya, menjadi seseorang yang kompetitif tidaklah salah. Asal, kita mau menyadari bahwa pada satu waktu ego haruslah dikesampingkan agar tetap bisa melahirkan karya yang maksimal dan menjaga profesionalisme. Di industri kreatif, setiap pelakunya pasti memiliki idealisme masing-masing. Sayangnya, seringkali idealisme yang dimiliki bisa membesarkan ego sehingga sulit menerima masukan dari orang lain atau menjadi fleksibel dan menyesuaikan dengan kebutuhan. Ini bisa menjadi buruk ketika kita dihadapkan dengan klien. Bagaimanapun kita harus bisa terbuka dengan gagasan lain apalagi dengan adanya permintaan atau masukan dari klien. Jangan karena merasa gagasan yang dimiliki sudah ideal menurut kita, lalu tidak lagi mau menerima masukan dan akhirnya merusak hubungan kerja sama. Ini sama saja kita tidak profesional.
Selain itu, saya juga sering mendengar tentang creative block di industri kreatif di mana para pelaku tidak bisa menghasilkan karya dan tidak bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Menurut saya, terkadang ini sering dijadikan alasan untuk menunda pekerjaan. Creative block bisa menjadi tantangan untuk seorang pegiat industri kreatif berkompetisi dengan dirinya sendiri. Dengan merasa kompetitif, berarti kita tidak mau kalah dengan diri sendiri yang menunda pekerjaan. Artinya, kita mau memberikan performa terbaik di mana profesionalisme menjadi salah satu faktor penentu dalam memberikan performa terbaik tersebut. Pada akhirnya, orang yang profesional akan lebih dipilih dan memenangkan pasar sebab profesionalisme menentukan kualitas diri seseorang.
Creative block bisa menjadi tantangan untuk seorang pegiat industri kreatif berkompetisi dengan dirinya sendiri.
Selama saya bekerja di industri kreatif, saya merasa nilai profesionalisme kurang diperhatikan oleh para praktisi kreatif di Indonesia. Ini membuat saya berpikir bahwa tidak heran kita sulit melawan Hollywood atau Korea Selatan. Oleh sebab itu, lewat Semesta Akademi, saya berharap para pelaku industri ini bisa berkompetisi dengan nilai-nilai profesionalisme di dalamnya. Salah satu fitur di dalamnya bahkan mendukung para praktisi dunia kreatif untuk bisa membangun kompetisi lewat belajar kelompok atau yang kami sebut Cohort-Based and Self-Paced Learning. Di dalamnya, selain membangun kompetisi mereka juga akan menjalin kolaborasi.
Kompetisi dan kolaborasi memang dua hal berbeda, tapi saling berpotongan. Kompetisi butuh kolaborasi agar dapat membentuk kompetisi yang sehat. Jika industri kreatif tidak memiliki kompetisi yang sehat dan berkualitas, para pelaku akan cepat puas dan malas menciptakan pemikiran inovatif. Akhirnya, kepuasan tersebut gagal membuat industri kreatif naik kelas.
Kompetisi dan kolaborasi memang dua hal berbeda, tapi saling berpotongan. Kompetisi butuh kolaborasi agar dapat membentuk kompetisi yang sehat.