Society Art & Culture

Ketenangan Di Balik Sehelai Kain Batik

Ketika isu batik diakui oleh Malaysia menjadi warisan budaya masyarakatnya, saya tidak semerta-merta ikut menghujat namun justru berusaha melihat dari kerangka yang lebih luas. Ternyata setelah observasi panjang, masalah tersebut terjadi akibat ketidaktahuan orang Indonesia mengenai kain batik itu sendiri. Masih terhitung jarang sekali masyarakat kita yang mengetahui teknik pembuatannya, pengertian batik, apalagi filosofi dan kisah yang tertera lewat motifnya. Ini tak lain karena kurangnya pelajaran budaya di sistem edukasi kita dan belum adanya pengelolaan dan pelestarian arsip-arsip budaya Indonesia yang nan amat banyak jumlahnya itu. Dahulu masyarakat kita melakukan pencatatan sejarah dan budaya di daun lontar atau candi di mana dapat hancur dan tidak bertahan hingga akhir hayat. Dalam darah kita memang kurang sekali niatan untuk melestarikan. Dipikir-pikir mungkin karena kayanya alam Indonesia yang memanjakan sebagian pribadi sehingga melenakan.

Setelah masalah itu muncul di permukaan, mulailah secara progresif saya melancarkan aksi-aksi kecil yang dimulai dari diri sendiri yaitu dengan mengenakan kain batik lebih sering. Dilanjutkan dengan riset dan observasi lebih mendalam mengenai kain batik di berbagai pelosok negeri untuk dibuat sebuah buku mengenai kisah-kisah di balik setiap motifnya. Pengetahuan-pengetahuan yang didapat pun membuat saya sulit sekali menyebutkan hanya satu motif batik yang menarik. Ya, karena memang semua kain punya cerita yang luar biasa.

Contohnya saja Batik Tiga Negeri yang dibuat di tiga kota: Lasem, Pekalongan dan Solo. Setiap kota memiliki kontribusinya masing-masing dalam pewarnaan dan tidak bisa dipindahkan ke kota lainnya. Begitu juga kain Galuh Manten yang mana memiliki pesan yang amat mulia. Kain ini dihadiahkan kepada anak yang baru saja menikah dan hendak melakukan malam pertama. Dipercaya pemberian kain ini adalah sebagai simbol penyatuan pria dan wanita dalam pernikahan dua keluarga, sebagai tanda ikatan silaturahmi dan cinta kasih serta melanjutkan nama baik kedua belah pihak. Ah, hampir semua kain batik menyimpan cerita yang luar biasa dan kompleks. Bahkan kain dengan motif sederhana saja bermakna begitu dalam. Kain Kawung dengan motif empat sisi yang berulang, misalnya. Meski terlihat amat sederhana, filosofi di balik kain ini menceritakan tentang lingkaran kehidupan di mana manusia berawal dari satu titik dan melakukan perjalanan untuk kembali ke titik tersebut. Saat sudah sempurna terdapat lubang kosong di tengahnya sebagai simbol penyatuannya dengan Sang Pencipta. Sehingga kain ini menyampaikan analogi titik awal hingga akhir hidup.

Belum lagi dengan cerita masyarakat lokal yang mendasari kehadiran setiap kain di satu area atau kota seperti Batik Besurek dari Sumatera. Keberadaan batik ini melibatkan pernikahan dua adat: Jawa dan Sumatera di mana sang pembatik dari Jawa diboyong ke Sumatera, dinikahi untuk membuat kain dan motif di Sumatera demi melancarkan sistem ekonomi para penjual kain Batik di Sumatera. Sehingga secara tidak langsung, batik itu adalah gambaran sejarah atau sosiologi masyarakat yang kita pakai sehari-hari. Kala kita melihat kain batik kita melihat sebuah kebudayaan yang berasal dari daerah tertentu.

Batik adalah gambaran sejarah atau sosiologi masyarakat yang kita pakai sehari-hari.

Tanpa disadari, seluruh proses pembuatan Batik dari hulu ke hilir dapat dikatakan sebagai sebuah terapi untuk jiwa kita. Mulai dari membatik. Seperti yang dituangkan dalam buku karya Iwan Tirta, membatik adalah sebuah bentuk meditasi. Seseorang tidak bisa menghasilkan tarikan garis lurus pada kain jika pikirannya sedang kacau sehingga pembatik harus mengerjakan sebuah kain dengan senang hati. Itulah prinsip utamanya. Kemudian ketika sedang membuat tarikan garis menggunakan canting, kita hanya boleh melakukannya dengan satu tarikan napas saja. Malam (lilin khusus untuk membuat motif batik – red.) keluar dari canting hanya dalam satu utasan garis saja. Begitulah kita dapat melakukan terapi pernapasan ketika membatik. Sama halnya dengan meditasi, membatik juga memusatkan pikiran dan hati kita untuk berkonsentrasi demi hasil yang indah sehingga ketika kita sudah duduk, terdiam dengan canting dan kain berarti kita sudah berada dalam posisi bertapa.

Membatik adalah sebuah bentuk meditasi. Seseorang tidak bisa menghasilkan tarikan garis lurus pada kain jika pikirannya sedang kacau.

Tidak berhenti di sana, saat batik sudah menjadi sebuah benda kain tersebut akan menjadi layaknya karya seni. Bayangkan kita berada di sebuah pameran seni kemudian terpaku berhadapan dengan satu karya, semisal lukisan. Terdapat energi yang tersalurkan dari sebuah lukisan ke indera penglihatan. Lewat karya seni yang dibuat, para seniman beresonansi dengan penikmat membentuk chemistry antara lukisan dan pikiran serta hati para penikmatnya. Itu pula yang akan terjadi ketika kita menyentuh sebuah kain batik. Terdapat chemistry yang dirasakan ketika menyentuh bahan kainnya, melihat warnanya hingga kisah-kisah di balik setiap motif yang didengar. Itulah yang nantinya secara tidak langsung melengkapi proses terapi lewat sebuah kain batik.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023