Merasa tidak bahwa manusia seringkali berperilaku egois saat hidup bersama alam? Aku sendiri merasa kita masih sering mementingkan kebutuhan diri sendiri tanpa memikirkan makhluk hidup lainnya. Sebagai manusia, aku masih suka lupa berpikir panjang atas perilaku yang mungkin memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Contohnya ketika aku sedang berusaha tidak menggunakan plastik. Jika ternyata gagal, aku masih berpikir “Ya sudahlah, masih ada hari esok.”
Ternyata banyak teman-teman lain juga melakukan hal tersebut. Kita masih belum sadar untuk berupaya keras hidup berdampingan dengan alam. Semua memang harus diawali dengan kesadaran dan kepekaan yang diikuti dengan niat untuk hidup berdampingan dengan alam. Sekalipun kita tidak mungkin menghindari hiruk pikuk kehidupan. Hiruk pikuk tidak selalu berarti buruk. Sama seperti makna kata “berisik” yang tidak melulu negatif. Banyak hal yang kita lakukan pasti berisik. Aku ada di tengah hutan dan berteriak, itu berisik. Tapi dampaknya tidak merugikan. Berbeda dengan keberisikan dan hiruk pikuk lain yang bisa berdampak buruk seperti menebang pohon tanpa ada aksi penanaman kembali.
Oleh sebab itu, kita harus bisa meneliti mana hiruk pikuk yang mengganggu alam dan mana yang tidak. Alam diciptakan oleh Tuhan untuk dimanfaatkan tapi juga untuk diperbarui dan dirasakan. Sayangnya, sekarang kita hanya merasakan dan memanfaatkan saja tanpa ada keinginan untuk bertanggung jawab memperbaruinya. Kita seakan lupa bahwa makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan juga pemilik alam ini. Menanamkan niat dan menanamkan dalam diri untuk berkomitmen menjaga keseimbangan alam dapat jadi akar yang kuat untuk mendorong aksi-aksi pelestarian.
Kalau sudah menanamkan niat tersebut dalam otak, kita bisa mengurungkan niat untuk melakukan kegiatan yang merusak alam. Misalnya, ketika berpikir untuk membuang sampah sembarangan. Dengan penanaman pola pikir tersebut, kita bisa memikirkan pula dampak jangka panjang dari membuang sampah sembarangan yaitu menimbulkan kebanjiran dan merugikan kehidupan manusia.” Menumbuhkan pola pikir semacam itu juga bisa meningkatkan empati kita terhadap makhluk hidup lainnya. Kita bisa menyadari bahwa keseimbangan alam yang terganggu akan berdampak buruk bagi diri sendiri.
Maka, bagiku pribadi, konsep kerukunan alam dan manusia berarti sama-sama memeluk. Kita dikelilingi alam yang begitu indah dan kaya ini pasti ada tujuannya. Tuhan memberikan alam begitu luas dan beragam untuk bisa kita manfaatkan. Tapi di saat yang bersamaan, kita diciptakan dengan akal budi untuk memahami batasan dari setiap aktivitas yang dilakukan dalam pemanfaatannya. Contohnya, jika hendak memanfaatkan hutan yakni menebang atau bertani, kita juga memikirkan cara melestarikannya kembali setelah memanfaatkan. Inilah konsep saling memeluk yang dimaksud.
Salah satu gambaran kerukunan alam dan manusia yang pernah aku lihat adalah di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Lampung. Di sana terlihat jelas bagaimana sebagian area alam dimanfaatkan seperti dibuat kebun karet, kopi, dan sektor perkebunan lainnya. Tapi di bagian alam lainnya, terlihat wilayah yang dilestarikan kembali untuk penanaman pohon dan waduk buatan. Hewan-hewan yang tadinya sudah hilang entah ke mana, kini bisa kembali berdatangan karena habitatnya tercipta kembali di sana.
Inilah yang ingin aku tampilkan dalam video klip lagu “Berisik” yang berlatar tempat di Tubaba. Aku ingin memperlihatkan keindahan tempat di mana manusia dan alam bisa hidup dalam kerukunan. Secara tidak langsung, tampilan ini juga untuk memberikan pesan bahwa kita manusia boleh saja memanfaatkan alam. Asalkan ada kegiatan-kegiatan memperbarui dan melestarikan. Tidak apa kita “berisik” di bumi ini, yang penting kita harus tetap mengingat untuk merawatnya. Mengapa? Karena bumi adalah tempat tinggal kita. Tempat yang juga ditinggali hewan dan tumbuhan. Mereka tercipta untuk mendukung segala kebaikan dari hidup. Selama ini kita sudah diberikan kehidupan yang enak dengan segala isinya. Marilah kita menjaga bersama-sama apa yang kita miliki ini.