Society Planet & People

Kebanggaan Akan Keberagaman

Tissa Aunilla

@tissaaunilla

Pengusaha Budi Daya Cokelat

Siapa sangka sebuah biji cokelat bisa menceritakan begitu banyak kisah tentang Indonesia? Bisa menyebarkan nilai-nilai luhur tentang kemanusiaan bahkan mendukung keberagaman yang ada di negeri ini. Telah terbukti secara ilmiah bahwa rasa cokelat Indonesia amatlah beragam tanpa harus ditambahkan perasa apapun. Bahkan ketika dibandingkan dengan produsen cokelat lain di dunia produk cokelat kita menyentuh semua kuadran rasa yang terdapat dalam cokelat. Usut punya usut ternyata beragamnya rasa cokelat tersebut datang dari kualitas setiap pohon dan tanah dari pulau yang terpisah oleh lautan. Setiap daerah dan pulau bisa memengaruhi cita rasa sebuah cokelat. Ini berarti cokelat kita dari Sabang sampai Merauke memiliki karakter yang berbeda-beda dengan kelebihan dan kekurangan yang berlainan.

Sama seperti kita orang Indonesia yang tinggal di wilayah yang berbeda. Meski warna kulitnya berbeda, bahasa berbeda, tapi tetap orang Indonesia. Kita tidak bisa melulu melakukan stereotipe pada satu ras. Buktinya ada orang Papua berketurunan Tionghoa, berkulit putih. Dia lahir, tumbuh dan tinggal di Papua. Jadi tetap saja dia adalah orang asli Papua. Begitupun kita yang disebut orang Indonesia adalah mereka yang lahir dan bertumbuh di Indonesia di mana mengakui kewarganegaraan kita adalah Indonesia. Mau rambutnya ikal, lurus, berkulit kuning, sawo matang atau gelap, bersuku Jawa, Bali, Kalimantan, semua orang Indonesia.

Menampilkan keanekaragaman hayati (biodiversity) dalam spesies cokelat sama saja seperti menampilkan setiap individu dari beragam suku dan ras yang ada di Indonesia. Belakangan ketegangan sosial yang ada di masyarakat kita berasal dari ketakutan kita sebagai manusia untuk menjadi berbeda. Pada dasarnya manusia takut berbeda karena takut kesepian dan hidup sendiri. Kita adalah makhluk sosial sehingga saat menjadi seseorang yang berbeda sendiri kita cenderung akan memaksakan apa yang kita percaya pada orang lain alih-alih menerima perbedaan tersebut. Tidak lain alasannya adalah ketakutan untuk tidak bisa bertahan hidup sendirian.

Pada dasarnya manusia takut berbeda karena takut kesepian dan hidup sendiri.

Padahal keberagaman adalah kekuatan kita sebagai sebuah bangsa. Karena berbedalah kita bisa mengembangkan negara menjadi sebuah negara yang berbeda. Meningkatkan banyaknya potensi dari setiap sudut pulau untuk bersama, bersatu, bertindak lebih jauh. Bukannya justru hanya berkutat pada drama perbedaan yang memecah-belah. Harus kita sadari bahwa negara kita tidak pernah kekurangan sumber daya akan tetapi kekurangan rasa bangga pada diri dan bangsa sendiri.

Berbicara soal local pride kita harus ofensif. Kita harus percaya bahwa produk, karya atau upaya yang kita lakukan memiliki kebanggaan, menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Barulah kita bisa menyebarkan pesan-pesan luhur tentang kebesaran bangsa kita ke lingkaran yang lebih luas. 

Tertegun hati saya ketika tahu biji cokelat asli Indonesia sangatlah berkualitas. Bahkan banyak negara di Eropa dan Amerika yang terkenal akan produk cokelat kemasan premium-nya mengambil biji cokelat di negara kita. Setelah menjalani pekerjaan sebagai pengacara selama tujuh tahun saya mengalami masa di mana pekerjaan tersebut sudah berada dalam zona nyaman. Untuk memberikan variasi pada keseharian setiap akhir pekan saya pun selalu melakukan hobi membuat kue. Suatu saat saya mendapat cokelat dari teman yang seorang chef dari Swiss. Harganya relatif mahal tapi rasanya memang sangat enak, gurih dan ada rasa buah. Seperti tidak bisa melupakan rasanya, saya melakukan riset dan ingin tahu lebih banyak. Ternyata biji cokelatnya berasal dari Jember! Setelah penelusuran lebih lanjut saya pun terkejut betapa banyak negara-negara asing yang mengambil bahan mentah cokelat dari negara kita sampai bisa menghasilkan cokelat kemasan premium. 

Rasa penasaran saya tidak berhenti di situ. Mulailah saya melakukan banyak percobaan dengan berbagai cokelat dari berbagai daerah. Diikuti dengan penelitan secara teori mengapa negara-negara penghasil cokelat terbanyak yaitu negara-negara tropis di negara ekuator tidak mengolah biji cokelatnya sendiri dan hanya melakukan ekspor bahan mentah saja. Jawabannya terletak pada proses. Mengolah cokelat tidak semudah mengolah komoditas lain seperti teh atau kopi. Daun teh bisa dihasilkan dari proses oksidasi saja kemudian langsung diseduh. Begitupun biji kopi bisa disangrai lalu digiling dan dinikmati. Sedangkan cokelat harus melewati paling tidak sembilan tahap sebelum bisa dinikmati sebagai cokelat premium. Perlahan saya mulai paham bahwa mungkin ini ada kaitannya dengan kebiasaan kita orang Indonesia yang takut akan kesulitan dan kompleksitas. Kita terbiasa menghindari hal yang rumit sebab tidak percaya diri pada kemampuan yang bisa melampaui orang lain. Kita baru bisa menilai komoditas kita bagus ketika mengonsumsinya di luar negeri. Misalnya saja pada saat ada di Amerika lalu kita baru menemukan ternyata produknya buatan Indonesia barulah kita bangga.

Kita terbiasa menghindari hal yang rumit sebab tidak percaya diri pada kemampuan yang bisa melampaui orang lain.

Setelah semakin yakin untuk menyebarkan semangat keberagaman lewat cokelat, akhirnya saya dan tim Pipiltin juga mulai mengolah berbagai biji cokelat dari daerah-daerah yang tersebar di Indonesia untuk dijajakan sebagai cokelat kemasan premium. Kami meyakini bahwa setiap cokelat ini bisa menceritakan tentang kisah-kisah daerah penghasil cokelat tersebut. Contohnya saja cokelat Ransiki dari Papua Barat yang baru-baru ini kami lansir. Di tengah konflik yang terjadi di sana, Gubernurnya baru saja mendapat penghargaan sebagai pahlawan konservasi karena menjanjikan 70% lahannya menjadi konservasi hutan. Kebetulan pohon cokelat Ransiki yang berasal dari nama daerah yang sama berada di area konservasi tersebut. Pohon cokelat Ransiki berjajar rapi menjadi pagar hutan. Langkah ini sekaligus dilihat sebagai salah satu gerakan untuk mendukung pelestarian hutan setelah banyaknya kasus kebakaran hutan di dunia. Jadi lewat cokelat kami tidak hanya menceritakan rasanya yang beragam saja tapi juga nilai dari daerah yang mewakili asal cokelat tersebut. 

Memang yang pertama kali menemukan cokelat bernilai tinggi adalah orang Eropa. Dulu sebelum dikonsumsi cokelat dijadikan alat tukar. Mereka pula yang mengetahui caranya memproses cokelat dan bagaimana bisa mencampurnya dengan susu. Akan tetapi kita tidak boleh malas untuk berpikir maju dan berkembang. Kalau dulu kita dijajah negara lain, sekarang kita seakan dijajah diri sendiri karena enggan untuk mempelajari dan mencintai yang kita punya. Sejatinya, kita harus mematahkan kepercayaan bahwa kapasitas kita terbatas dan tidak bisa lebih. Jika kita bisa 10 kenapa kita hanya mau sampai lima hanya gara-gara tidak mau susah? Memang untuk bisa mencintai dibutuhkan pengenalan, pelajaran, dan pemahaman. Namun yang paling penting adalah kemauan untuk bisa menyadari apa yang dimiliki dulu. Mau menyadari bahwa kita rakyat Indonesia berbeda hingga akhirnya berusaha mengenal, mempelajari, memahami, dan akhirnya mencintai perbedaan itu.

Kita seakan dijajah diri sendiri karena enggan untuk mempelajari dan mencintai yang kita punya.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023