Pencapaian hidup masing-masing orang pasti berbeda. Ada mereka yang bercita-cita ingin punya banyak uang, menjadi sosok yang berpengaruh, atau jabatan tinggi. Ada pula mereka yang ingin mencari kebahagiaan sejati. Bisa dibilang saya termasuk di dalam semua kategori tersebut. Pernah saya berada dalam fase ingin mendapat lebih. Hidup untuk mengejar target tertentu yang berporos pada materi. Namun suatu ketika sampailah saya pada satu fase lain di mana saya mempertanyakan tentang kepuasan batin pada diri sendiri. Saat itu jabatan saya membuat saya berada dalam posisi harus mengurus ribuan karyawan dan secara tidak langsung menuntun saya untuk dapat mempelajari kehidupan mereka. Saya merasa semakin tinggi jabatan, semakin saya harus melihat ke bawah untuk dapat mengerti kondisi para karyawan. Di saat yang sama terdapat suara yang mendorong saya pada keinginan berbuat lebih. Ditambah lagi di saat yang sama saya juga sedang membantu program Kick Andy yang menghadirkan banyak orang kurang beruntung berbuat kebaikan di masyarakat. Lambat laun suara tersebut semakin keras dan seakan saya selalu mempertanyakan, “Apa yang bisa dilakukan untuk orang lain dengan kemampuan saya miliki ya?”
Saya pun akhirnya menyadari materi (jabatan dan uang) tidak memberikan kepuasan batin. Sekadar mengejar kebahagiaan juga bukan kepuasan batin. Benar saya merasa bahagia setelah mendapatkan barang mewah. Tapi setelah itu apa? Rasanya tidak ada habisnya saya mencari kebahagiaan yang bisa membuat saya puas. Masalahnya akan terus merasa tidak puas jika pencapaiannya adalah materi. Dari kesadaran ini, pencarian kepuasan batin dimulai. Ternyata ketika melihat orang lain bahagia atas bantuan yang saya berikan, melihat tatapan penuh harapan mereka pada saya menyentuh rongga kepuasan batin. Perasaan bahagia yang tidak bisa diukur dengan materi. Perasaan berguna bagi orang lain yang kesulitan membuat saya ingin terus membantu lebih banyak orang. Setiap hari saya seakan mempertanyakan diri apa lagi yang bisa dilakukan hari ini. Seolah inilah pencapaian dan tujuan hidup saya. Lalu, apabila mendapatkan sanjungan di akhir hari, itu hanyalah bonus. Menurut saya tidak ada salahnya jika seseorang berbuat baik untuk validasi diri. Asal dia melakukannya bukan untuk materi duniawi, cari muka apalagi kehormatan.
Materi tidak memberikan kepuasan batin. Sekadar mengejar kebahagiaan juga bukan kepuasan batin.
Berbuat baik utamanya adalah untuk mencari kepuasan batin. Jadi tidak mesti melakukan hal besar sampai mendedikasikan diri sepenuhnya berkegiatan sosial. Sekecil apapun itu, kita bisa melakukan kebaikan kapan saja di mana saja. Tidak ada alasan untuk menunda perbuatan baik. Tidak perlu menunggu sampai pensiun, punya banyak uang. Menolong orang lain bisa dilakukan tanpa mengeluarkan uang. Cukup lihat ke dalam diri kemampuan apa yang bisa dibagikan pada orang yang membutuhkan. Kita sudah bisa membaca dan menulis saja sudah bisa membantu anak-anak jalanan belajar. Dalam diri kita pasti ada kemampuan untuk membantu orang lain. Lihat saja mereka yang cacat masih bisa berbuat sesuatu untuk masyarakat. Ada yang mantan PSK mengajarkan ibu-ibu di daerahnya mendaur ulang sampah. Padahal dia juga berkekurangan. Orang yang menunda berbuat baik bukan tidak punya kemampuan tapi lebih kepada tidak memiliki panggilan. Sekecil apapun kontribusi kita akan sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan. Saya banyak menjadi mentor untuk remaja yang ingin terlibat di organisasi non-profit. Padahal mereka sibuk sekolah, tidak juga punya harta berlimpah. Meluangkan waktu satu jam saja sudah bisa membuat perubahan. Saya percaya semua orang pasti punya waktu kalau mau.
Meluangkan waktu satu jam saja sudah bisa membuat perubahan.
Belakangan juga banyak lapisan masyarakat yang disebut-sebut Social Justice Warrior. Mereka yang menyuarakan cukup kencang tentang keadilan. Saya rasa kita butuh adanya label ini disematkan di tengah-tengah masyarakat majemuk kita. Kita butuh mereka yang dapat mengoreksi lapisan masyarakat lainnya untuk mulai menyadari keadilan sosial. Harus ada individu bahkan kelompok yang memperjuangkan kaum marjinal. Perlu ada mereka yang mencontohkan idealisme demi pergerakan lebih baik. Memang, untuk sebagian orang mereka ini terasa berlebihan bahkan ada yang menganggap ekstrem. Hanya saja kita harus bisa berpikir objektif dan menelisik lebih dalam siapakah mereka ini. Jika memang motif mereka untuk perjuangan sosial saya rasa keberadaan mereka akan sangat penting. Supaya lapisan masyarakat lain yang masih menunda berbuat kebaikan, menolong orang lain, mengabaikan keadilan di masyarakat dapat mulai terpanggil menyebarkan bibit kebajikan.
Perlu ada mereka yang mencontohkan idealisme demi pergerakan lebih baik.