Society Art & Culture

Kebaikan Dari Masa Lalu

Teknologi yang semakin canggih memang memudahkan kita melakukan banyak hal dalam keseharian. Namun, sebaiknya jangan sampai teknologi membuat kita terlena dan mengurangi upaya kita untuk bekerja lebih keras. Utamanya, dalam berkarya. Terkadang karena semuanya yang serba mudah, kita bisa take it for grant it. Misalnya dalam dunia DJ, sekarang untuk menggabungkan playlist untuk dimainkan sudah sangat mudah. Tapi bukan berarti kita bisa dengan mudah menyuntingnya, lalu tidak lagi serius untuk benar-benar memerhatikan komposisi melodi di dalamnya. 

Jangan sampai teknologi membuat kita terlena dan mengurangi upaya kita untuk bekerja lebih keras

Saya ingat dulu ketika masih menjadi DJ dengan piringan hitam. Butuh waktu hingga tiga jam untuk menggabungkan lagu-lagu, semuanya harus dikurasi benar-benar, mendengarkan lagunya satu per satu. Hingga akhirnya semua lagu dalam playlist tersebut terdengar harmonis. Itu semua karena belum ada teknologi canggih seperti sekarang sehingga upaya besar yang dilakukan seakan memberi keterikatan terhadap karya itu sendiri. Rasa bangga setelah melakukan upaya besar dan ternyata menghasilkan lagu yang bagus pun amat berbeda ketimbang membuat musik dengan sedikit usaha. 

Rasa bangga setelah melakukan upaya besar dan ternyata menghasilkan lagu yang bagus pun amat berbeda ketimbang membuat musik dengan sedikit usaha. 

Saya merasa bisa jauh lebih memberikan apresiasi pada karya karena niat yang besar. Saya pun bisa jauh lebih mengenal lagu-lagu dan para musisinya sebab saya tidak bisa melompati lagu seperti mendengarkan di platform digital saat ini. Saya benar-benar harus mendengarkan semua lagu dalam satu album piringan hitam tersebut. Sisi sentimental yang terbangun membuat saya bisa membayangkan momen apa yang tepat untuk satu lagu dan untuk lagu lainnya. Sementara sekarang karena mudah sekali untuk melompati lagu, saya merasa kurang terikat dengan lagu-lagu tersebut dan seakan mudah sekali lewat begitu saja.

Rasa apresiasi pada musisi dan karya juga datang dari setiap kemasan yang ditawarkan di setiap kaset atau piringan hitam. Saya ingat saat masih SMP, saya perhatikan sekali sampul kaset, siapa yang produksi, siapa saja musisi-musisi tambahan di album tersebut, ucapan terima kasih, hingga pakaian yang dikenakan para personil di kaset tersebut. Seru sekali rasanya mengetahui informasi-informasi tersebut. Sekarang, semua tinggal ketik di Google dan kita sudah bisa tahu segala informasi yang dibutuhkan. 

Begitu pula saat nongkrong dengan teman-teman dengan musik. Kita sekarang bisa mudah putar musik dengan smartphone dan putar Spotify. Dulu, kalau mau nongkrong kita harus bawa Boombox, pilih kaset, atau membuat mixtape dulu agar semua yang mau didengarkan ada di satu kaset. Meski terasa lebih sulit, tapi entah kenapa jadi terasa lebih apresiatif. Sekalipun ternyata ada lagu-lagu yang tidak disukai dalam satu kaset, saya merasa tetap bisa memberikan apresiasi. Seolah sama seperti hidup. Sekalipun ada hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan terjadi dalam hidup, karena sudah berupaya keras akhirnya akan lebih menghargai prosesnya. 

Sekalipun ada hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan terjadi dalam hidup, karena sudah berupaya keras akhirnya akan lebih menghargai prosesnya. 

Dalam Diskoria sendiri, saya dan Fadli Aat tidak berniat untuk dikenal sebagai musisi yang mengembalikan masa lalu. Awalnya, kami hanya ingin membawa lagu Indonesia masuk ke tingkat lebih tinggi seperti ke tingkat klub. Ternyata lagu-lagu Indonesia yang sesuai di sana adalah lagu pop disko yang banyak berasal dari tahun 80an hingga 2000an. Lagu-lagu yang bisa untuk joget. Maka, tidak heran elemen-elemen yang kami terapkan juga dari masa-masa tersebut untuk mewakili konsep musik yang dimainkan. Mulai dari estetika dengan unsur retro di video klip single “Serenata Jiwa Lara” hingga membawakan kembali lagu “Pelangi Cinta” yang dipopulerkan oleh Jamal Mirdad dan Hetty Koes Endang. Bahkan kami mengajak anak Hetty Koes Endang untuk menyanyikan lagu tersebut bersama. 

Sama halnya dengan lagu “Chrisye” sebagai tanda penghormatan kami pada musisi legendaris Chrisye. Kami ingin mengenalkan lagu-lagu Indonesia yang dibawakannya pada masyarakat, agar mereka mereka bisa menggali lagi lebih banyak tentang Chrisye. Kami memilih judul-judul lagu yang ada di diskografi almarhum Chrisye untuk lirik lagunya. Jadi, orang-orang bisa tahu lagu-lagu apa saja yang dinyanyikannya selain yang sudah kita tahu seperti “Galih dan Ratna”, atau “Gita Cinta”. Harapannya adalah kami bisa membuat lagu-lagu Indonesia untuk lebih dipilih dan diingat dalam berbagai situasi di ruang-ruang sosial.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023