Society Health & Wellness

Jaga Diri Demi Jaga Orang Lain

Situasi hidup bersama pandemi memang bukan situasi yang menyenangkan bagi semua orang. Tidak hanya pasien tapi juga para tenaga medis. Walaupun bisa dikatakan kondisi saat ini tidak lebih buruk dari awal-awal masa pandemi, namun belum bisa juga dikatakan lebih baik. Di Jakarta penambahan pasien yang sakit dan yang sembuh menunjukkan grafik yang hampir sama. Sedangkan di Jawa Timur peningkatannya sungguh drastis. Para tenaga medis di sana terbilang kewalahan karena peningkatkan pasien yang begitu cepat dengan sedikitnya pasien yang sembuh.

Dari pengamatan saya berada di lapangan, merawat para pasien yang terjangkit COVID-19, salah satu hal yang cukup sulit untuk dilakukan adalah memberikan pemahaman pada pasien untuk sabar. Saya sangat mengerti betapa tidak enak berada di rumah sakit. Apalagi kondisi rawat inap ini berbeda dari biasanya. Kalau biasanya mereka bisa dijenguk, diberikan semangat oleh keluarga atau teman-teman, sekarang tidak. Mereka harus berada di kamar rawat inap tanpa bisa bertemu siapapun. Selama kurang lebih 7-10 hari mendekam di dalam dengan berbagai emosi yang ada. Bahkan terkadang kalau hasil tes belum negatif walau tidak lagi ada keluhan yang dirasakan, mereka tetap harus berada di rumah sakit. Saya menemukan beberapa kasus yang mengharuskan para pasien dirawat lebih dari sebulan. Bayangkan bagaimana kondisi mentalnya. Pasti sangat terpengaruh.

Saya sangat mengerti betapa tidak enak berada di rumah sakit. Apalagi kondisi rawat inap ini berbeda dari biasanya. Kalau biasanya mereka bisa dijenguk, diberikan semangat oleh keluarga atau teman-teman, sekarang tidak. Mereka harus berada di kamar rawat inap tanpa bisa bertemu siapapun

Sayangnya, sebagian orang masih terasa tidak menganggap pandemi ini sesuatu yang serius. Masih sering menganggap enteng apa yang terjadi. Padahal semakin hari semakin banyak fakta baru yang ditemukan. Fakta yang justru bisa membuktikan bahwa kita harus meningkatkan kewaspadaan dan terus berada dalam mode pencegahan. Di awal pandemi penelitian menunjukkan hanya orang lanjut usia yang mungkin terjangkit. Ternyata semakin hari saya semakin sering mendapatkan pasien dengan umur bervariasi. Tidak hanya mereka yang lanjut usia, orang yang berusia 20an pun bisa terjangkit. Bahkan anak-anak mungkin mendapatkan risiko yang sama. Buktinya di Indonesia bisa dibilang tingkat kematian anak-anak karena terjangkit virus ini cukup tinggi.

Sayangnya, sebagian orang masih terasa tidak menganggap pandemi ini sesuatu yang serius. Masih sering menganggap enteng apa yang terjadi. Padahal semakin hari semakin banyak fakta baru yang ditemukan. Fakta yang justru bisa membuktikan bahwa kita harus meningkatkan kewaspadaan dan terus berada dalam mode pencegahan.

Kenapa ini bisa terjadi? Pertama, COVID-19 adalah jenis virus baru yang masih terus dalam penelitian. Kedua, virus ini berkembang begitu cepat sehingga dunia medis pun seringkali mengalami kesulitan untuk mengatakan sesuatu yang pasti. Contohnya tentang gejala COVID-19. Berdasarkan penelitian, ada beberapa gejala yang bisa menunjukkan bahwa seseorang terjangkit. Tapi ternyata belakangan tidak demikian. Gejala bisa sangat tersamarkan dan seseorang bisa positif tanpa ada gejala yang khas. Demam, flu, batuk dan sesak disinyalir menjadi gejala yang khas COVID-19. Namun belakangan saya menemukan gejala lain yang didapatkan seseorang tanpa gejala yang dianggap khas COVID-19 tersebut. Salah satunya adalah gatal-gatal, sakit perut dan penciuman hilang. Ada beberapa pasien yang positif hanya dengan gejala sakit perut. Bahkan ada yang hanya mengalami gatal-gatal di mata yang menyebabkan infeksi saja.

Penemuan lainnya adalah seseorang bisa menjadi pembawa virus bagi orang lain, menjangkit virus tanpa merasakan sakit apapun. Misalnya ada seseorang yang positif tapi kondisi fisiknya sangat sehat dan tidak mengalami gejala apapun. Kemudian dia tinggal bersama seseorang yang punya penyakit kronis lain. Tiba-tiba orang tersebut justru positif COVID-19 dengan kondisi lebih parah. Ternyata ditelusuri lebih lanjut ia mendapatkannya dari si pembawa virus. Di Wisma Atlet sendiri ada beberapa lantai yang dikhususkan untuk pasien tanpa gejala. Fisiknya sehat tapi mereka positif sebab kalau di rontgen dalam paru-parunya menunjukkan gangguan yang menandakan adanya virus di dalam tubuh mereka.

Sampai saat ini seseorang yang dinyatakan sembuh hanya berdasarkan tes swab yang menunjukkan dhasil negatif. Artinya dia sudah tidak bisa menularkan ke orang lain dan bebas bersosial. Hanya saja sampai saat ini belum ditemukan obat yang pasti untuk dapat menyembuhkan. Perawatan yang diterapkan pun bersifat suportif. Kami memberikan suportif terapi supaya infeksi virus dan bakteri tidak terjadi. Ditambah dengan pemberian vitamin C dan segelintir obat-obatan yang dipertimbangkan bisa membantu daya imunitas tubuh. Meskipun soal obat-obatan juga masih ada perdebatan panjang karena dari WHO sendiri masih melakukan riset. Akan tetapi semua tergantung imunitas tubuh pasien. Segala obat yang diberikan bergantung pada kondisi tubuh pasien. Bagi mereka yang lanjut usia progres virus menjangkiti organ memang begitu cepat. Bisa tadi pagi saya masih ngobrol ketika malam dia sudah meninggal.

Meskipun soal obat-obatan juga masih ada perdebatan panjang karena dari WHO sendiri masih melakukan riset. Akan tetapi semua tergantung imunitas tubuh pasien. Segala obat yang diberikan bergantung pada kondisi tubuh pasien.

Memahami ini, sebagai seorang dokter dengan penguasaan di bidang ilmu kedokteran saja, saya merasa pelonggaran PSBB seperti belum pada saatnya. Jika mengacu pada lembaga kesehatan global seperti WHO dan CDC, parameter pelonggaran PSBB cukup banyak. Yang paling utama adalah jumlah pasien baru sudah mendekati angka nol begitu juga penambahan kasus baru. Selain itu Fasilitas Kesehatan juga sudah tidak ada yang merasa kewalahan baru PSBB bisa dilonggarkan. Dengan tetap bersyarat yakni memberlakukan beberapa fase. Fase pertama adalah melonggarkan fasilitas umum dan bisnis yang urgent. Yang dinilai menggerakan roda ekonomi. Fase kedua dan ketiga adalah melonggarkan tempat-tempat yang bersifat untuk hiburan. Berada dalam fase ketiga berarti satu negara sudah tidak lagi mengalami permasalahan yang signifikan dari COVID-19. Tidak lagi perlu melakukan banyak tes untuk banyak orang. Terus terang kalau mengacu pada peraturan ini, sepertinya Indonesia bahkan belum saatnya berada dalam pelonggaran fase pertama. Cuma mungkin pemerintah punya kebijakan sendiri sehingga masyarakat pun sebenarnya hanya bisa mengikuti walaupun sebaiknya tetap memerhatikan dan mengawasi kebijakan pemerintah juga.

Saat ini bukanlah waktunya untuk bermain tebak-tebakan. Kita tidak pernah bisa melihat virusnya ada di mana dan menebak-nebak apakah kalau bersosial, berada di kerumunan sudah aman. Saya keluar dari Wisma Atlet merasa lebih khawatir ketimbang berada di dalam. Saya tahu semua orang sudah dicek dan negatif. Kalau di luar saya tidak tahu siapa yang positif dan negatif. Saya hanya bisa tahu kalau sudah terlambat. Antara saya yang terjangkit atau anggota keluarga di rumah. Sehingga  pencegahan lebih baik dari mengobati. Beli masker, hand sanitizer dan lain-lain jauh lebih murah ketimbang dirawat di rumah sakit. Menurut saya agak konyol kalau misalnya berkumpul di tempat umum untuk olahraga dengan alasan meningkatkan imun. Saya paham betul kita ada keinginan untuk berkumpul. Itu sudah menjadi budaya orang Indonesia. Tapi kita juga tidak bisa egois dengan berkumpul ramai-ramai di tempat umum tanpa memikirkan orang lain yang sudah banyak berkorban selama masa pandemi.

Sehingga pencegahan lebih baik dari mengobati. Beli masker, hand sanitizer dan lain-lain jauh lebih murah ketimbang dirawat di rumah sakit.

Sebenarnya kita sebagai makhluk sosial dengan indera peraba yang bisa secara spontan bergerak tanpa niat akan sulit melakukan PSBB dan pakai masker dengan baik. Misalnya kita pakai masker dan tiba-tiba sedang mau makan. Lalu secara tidak sadar pasti ada gerakan spontan seperti menyentuh telinga membetulkan rambut atau bagian wajah lainnya. Lalu tanpa kita tahu virus masuk ke mata atau dihirup lewat hidung sehingga sampai ke paru-paru. Padahal sudah pakai masker. Apalagi yang tidak pakai masker atau tidak pakai masker dengan benar seperti memakainya di bawah hidung. Sudah terbukti pencegahan yang paling jitu hanyalah PSBB dan pakai masker. Hanya dua langkah itu saja. Bukan berjemur, minum jamu atau vitamin c. Yang lain hanyalah tambahan. Dan kini kita merawat dan menjaga diri bukanlah semata-mata untuk keselamatan kita sendiri saja tapi juga untuk orang banyak.

Dan kini kita merawat dan menjaga diri bukanlah semata-mata untuk keselamatan kita sendiri saja tapi juga untuk orang banyak

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023