Society Planet & People

Hentikan Kebencian

Rasisme umumnya bukan masalah masyarakat yang hidup negara maju atau tidak tapi tentang kemanusiaan. Menurut saya, orang-orang yang melakukan tindakan rasisme atau diskriminasi adalah mereka yang memiliki insecurity dan ketakutan kehilangan sesuatu. Mereka tidak bisa hidup dalam keberagaman yang dunia ini tawarkan. Rasa takut itu kemudian disalurkan dengan menyerang orang lain karena inilah mekanisme pertahanan mereka melindungi diri. 

Di Amerika, misalnya, biasanya rasisme terjadi karena adanya stereotip terhadap satu ras. Mungkin seseorang pernah mengalami hal buruk dengan salah satu orang Asia di sana lalu langsung memproyeksikan sifat satu orang atau satu kelompok Asia itu ke seluruh komunitas Asia di Amerika. Yang jadi masalah, seseorang yang melakukan rasisme adalah mereka yang memiliki kekuatan, dominasi, atau kekuasaan. Kalau kita mau memahami, rasisme secara sederhana bisa dipahami dengan tindakan diskriminasi dengan melibatkan kekuasaan atau kekuatan dominasi. Jadi ketika seseorang yang tergolong dalam satu kategori ras dominan melakukan diskriminasi pada ras lain yang tidak dominan, itulah rasisme. Dan stereotip adalah akar dari rasisme itu sendiri. 

Lalu kenapa ini bisa terjadi? Rasisme, di mana pun itu baik di Indonesia maupun di Amerika, bisa terjadi karena kurangnya edukasi. Tentu edukasi di sini bukan pendidikan tinggi, tapi edukasi tentang keberagaman, kemanusiaan, dan moral. Seseorang yang tidak diajarkan hal-hal tersebut akan sangat mudah sekali terpengaruh dan terhasut dengan satu kepercayaan. Sistem kepercayaan itu sendiri terbentuk ketika kita berusia kurang lebih 5-7 tahun. Kalau sedari kecil kita diberikan momok tentang stereotip satu ras tertentu, tidak heran ketika besar itulah yang kita percaya. Akan sangat sulit untuk membentuk sistem kepercayaan orang yang dari kecil lingkungannya tidak terbuka pada keberagaman. Banyak sekali orang yang rasis adalah orang-orang dengan intelektual tinggi tapi kurang memiliki sistem kepercayaan tentang keberagaman. Mereka biasanya tidak memiliki informasi yang menantang kepercayaan mereka jadi apa yang mereka percaya adalah yang benar. 

Seseorang yang memiliki edukasi atau mengonsumsi informasi tentang kemanusiaan dan keberagaman akan bisa lebih kritis dalam melihat sebuah masalah. Saat mereka diberikan sebuah informasi yang salah, contohnya tentang anggapan bahwa suku Tionghoa jahat, mereka tidak akan mudah percaya. Sebaliknya, mereka akan mempertanyakan opini tersebut untuk memahami argumen dan menyimpulkan kebenaran yang tidak hanya berasal dari kepercayaannya saja. 

Seseorang yang memiliki edukasi atau mengonsumsi informasi tentang kemanusiaan dan keberagaman akan bisa lebih kritis dalam melihat sebuah masalah.

Di industri film sendiri, menurut saya keberagaman masih belum benar-benar terbentuk secara signifikan. Utamanya, di Amerika yang masih didominasi oleh pria, berkulit putih dan memiliki kekuasaan atau dominasi. Namun, bukan berarti kita jadi harus membuat mereka tidak lagi terlibat. Sebaliknya, kita harus merangkul mereka agar kita bisa maju. Membalas diskriminasi dengan diskriminasi tidak akan membawa kita ke mana-mana. Satu orang kulit putih tidak merepresentasikan semua orang kulit putih. Satu kesalahan yang satu orang atau satu kelompok kulit putih buat tidak berarti menggambarkan keseluruhan perilaku orang kulit putih di mana pun. Dan untuk maju, untuk meniadakan rasisme dan diskriminasi, kita harus memulainya dari diri sendiri. Tidak bisa hanya duduk diam dan bilang, “Saya berharap suatu hari rasisme lenyap dari bumi.”

Untuk meniadakan rasisme dan diskriminasi, kita harus memulainya dari diri sendiri.

Membuka percakapan secara personal, menurut saya bisa jadi salah satu langkah yang efektif. Tidak bisa hanya menyatakan di media sosial atau platform online lainnya. Orang-orang yang ada di dunia maya ingin dirinya menjadi pihak yang benar. Mereka tidak mau menjadi pihak yang dikoreksi. Sulit sekali untuk mereka mendengarkan dari orang yang tidak mereka kenal. Seringkali ketika mengoreksi seseorang yang jadi follower media sosial saya, ia pasti akan langsung marah. Akhirnya bukannya saling mendengarkan dan belajar, hanya pertikaian yang tidak ada gunanya. Saya membuang waktu berada di depan layar handphone hanya untuk mengurusi satu orang yang tidak mau mendengarkan. 

Jadi, lebih baik kita simpan tenaga dan energi untuk teman-teman atau orang-orang terdekat yang menghargai suara kita. Jika merasa ada teman atau orang-orang yang kita kenal melakukan rasisme atau diskriminasi, bukalah percakapan personal. Hentikan apa yang mereka lakukan. Memang tidak akan mudah untuk membuat mereka mendengarkan. Tapi kita harus berupaya bisa mengajak mereka menjadi individu yang inklusif. Jika kita teman yang baik, kita bisa memberikan pengaruh itu pada mereka. Baru-baru ini saya bertukar argumen dengan salah seorang teman soal diskriminasi dan rasisme. Pendapat kami berbeda, tapi kami jadi belajar satu sama lain tentang apa yang tidak kami sadari sebelumnya. Kami pun tetap berteman dan baik-baik saja karena kami kenal satu sama lain. 

Bukalah ruang diskusi dengan orang tua, teman-teman, bahkan anak-anak kita. Besarkan anak-anak dengan nilai keberagaman sejak kecil. I think it’s the only thing we can do best. Ketika satu orang melakukannya dan mendorong orang lain untuk melakukannya juga, lambat laun akan semakin banyak orang yang terus melakukannya. Semoga nantinya semakin banyak orang yang melakukan, semakin kecil rasisme terjadi di antara kita. Satu hal yang harus kita tanamkan dalam diri kita adalah kebencian dalam rasisme atau diskriminasi adalah virus. Saat kita membiarkan virus kebencian menjangkit hati, ia akan berubah menjadi perilaku dan kata-kata yang akan menyebarkan kebencian pada orang lain lebih luas. That’s the real virus.

Satu hal yang harus kita tanamkan dalam diri kita adalah kebencian dalam rasisme atau diskriminasi adalah virus.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023