Kita, manusia, seringkali menganggap remeh sesuatu yang selalu ada di sekitar hingga saat ia menghilang, kita baru menganggapnya berharga. Saat masih tinggal di Jakarta, saya tidak benar-benar meresapi dan menikmati sinar matahari yang menyinari. Tapi ketika saya harus tinggal di Norwegia dengan musim dingin yang panjang, matahari begitu terasa berharga. Saya baru menyadari ternyata saya sangat amat butuh sinar matahari. Ketika sinar matahari itu muncul, saya merasa senang sekali dan mensyukuri kehadirannya. Ternyata ketika ada sinar matahari, saya merasa lebih gembira.
Kita, manusia, seringkali menganggap remeh sesuatu yang selalu ada di sekitar hingga saat ia menghilang, kita baru menganggapnya berharga.
Tidak hanya soal matahari saja, saya merasa manusia juga sering menganggap remeh keberadaan alam di sekitar seakan segala sumber daya alam yang dimiliki akan selalu ada selamanya. Udara dan air bersih yang kian lama kian tidak dihargai hingga sekarang di Jakarta, contohnya, keberadaan udara dan air bersih memudar. Banyak dari kita, orang Indonesia, selalu berpikir sumber daya alam kita melimpah ruah dan tak mungkin hilang. Padahal kenyataannya, sekarang jumlahnya sudah sangat berkurang.
Mungkin ini semua karena kita tidak pernah memberikan label harga pada sumber daya alam yang dimiliki. Kita sering merasa alam telah disediakan oleh Tuhan secara cuma-cuma dan kita manusia sangatlah mulia untuk merasa pantas serta punya privilese atasnya. Padahal, tidak ada yang gratis di dunia ini. Kalau tidak dijaga dan dikelola, pasti akan habis juga. Sama seperti tabungan. Jika tidak dijaga dan dikelola, digunakan cuma-cuma, pasti akan habis juga. Kini pertanyaannya adalah apakah kita baru akan menghargai dan menjaga alam ketika ia sudah tidak lagi dapat ditemukan?
Saya tentu tidak mau Indonesia harus mengalami kekeringan dulu baru menyadari betapa pentingnya alam untuk hidup kita. Sekarang ini, saya melihat sudah banyak anak muda Indonesia yang memiliki kesadaran atas alam negara kita. Sudah banyak yang menyadari bahwa saat ini kita sudah mengalami krisis iklim dan kehabisan sumber daya alam. Namun, masih belum cukup banyak. Menurut saya, harus lebih banyak orang yang menyadari soal ini agar dapat memberi pengaruh kepada anak muda lainnya. Generasi muda harus memahami bahwa ketika krisis iklim terjadi, yang akan terkena dampaknya adalah kita semua. Kalau sekarang saja bumi sudah serusak ini, bagaimana 40-50 tahun lagi?
Dulu saya juga buta soal masalah lingkungan. Hingga suatu saat saya bekerja untuk satu organisasi nirlaba dan berkesempatan untuk mengunjungi masyarakat adat yang tinggal di dalam pedalaman Sumba. Untuk pertama kalinya, saya bersentuhan langsung dengan masyarakat adat. Saya melihat bagaimana hidup mereka amat sederhana dan amat bergantung pada alam dan hutan. Jika hutan dibabat habis, mereka akan kehilangan sumber pangan dan sumber air. Dari pengalaman tersebut, saya baru menyadari betapa pentingnya ekosistem hutan. Saya yang lahir dan besar di Jakarta, tidak dekat dengan isu alam. Namun, pengalaman berada di sana sangatlah menyentuh hati dan mengubah pola pikir saya. Hutan menjadi sangat penting untuk saya jaga, bukan hanya untuk mereka yang tinggal di sana, tapi untuk generasi kita selanjutnya.
Saya meyakini jika kita menjaga alam, alam juga akan menjaga kita. Kalau tidak ada hutan, sumber air kita akan hilang. Lalu bagaimana kita melanjutkan hidup tanpa air? Selain itu, kalau tidak ada hutan, kita akan merasakan panas yang luar biasa. Tidak usah jauh-jauh ke hutan. Di Jakarta saja, setelah banyak pohon ditebang, temparaturnya terasa semakin panas. Lambat laun, jika tidak hutan, keberlangsungan hidup kita sebagai manusia juga bisa punah. Apalagi secara ilmiah, hutan berfungsi untuk menstabilkan iklim. Istilahnya, ia adalah pendingin ruangan bumi. Terbayang tidak bagaimana panasnya bumi kita tanpanya? Bagaimana keringnya tanpa ada air yang berasal dari hutan? Belum lagi dengan bencana yang disebabkan oleh hilangnya hutan. Banjir, kebakaran, tanah longsor, semua bisa lebih sering terjadi dari sebelumnya.
Saya meyakini jika kita menjaga alam, alam juga akan menjaga kita.
Secara sederhana, kita sebenarnya bisa mulai dari sekarang dan mulai dari hal sederhana untuk menjaga hal-hal (yang kita anggap kecil) nan berharga ini. Pertama, bisa dengan mulai memilih produk-produk secara keseharian. Belilah produk yang ramah lingkungan dan punya nilai tambah untuk ekonomi masyarakat adat atau masyarakat lokal. Kedua, mulailah untuk berpikir kritis dan aktif secara politis untuk mulai terlibat dalam mendorong pemerintah membuat kebijakan yang mengutamakan lingkungan. Baca lebih banyak informasi tentang lingkungan dan bagaimana kita bisa berperan aktif dalam membuat perubahan-perubahan kecil. Lalu terakhir, kita bisa mulai mendekatkan diri ke alam. Jika bisa, pilihlah untuk berlibur ke hutan atau ke tempat-tempat yang menawarkan ekowisata. Saya percaya, semakin kita dekat dengan alam, semakin kita membumi. Dan semakin kita membumi, semakin kita mau menjaga apa yang penting untuk kita. Seolah menganggap alam layaknya keluarga.
Saya percaya, semakin kita dekat dengan alam, semakin kita membumi. Dan semakin kita membumi, semakin kita mau menjaga apa yang penting untuk kita. Seolah menganggap alam layaknya keluarga.