Society Planet & People

Dari Alam Untuk Alam

Maurilla Sophianti Imron

@murielimron

Pengusaha Sosial & Lingkungan Hidup

Tidak ada satu pun orang yang bisa memaksakan orang lain untuk berubah jika orang tersebut tidak berkehendak berubah. Apalagi berbicara soal gaya hidup. Untuk mengubah gaya hidup seseorang menjadi lebih sehat atau lebih sadar dibutuhkan keinginan dan niat dari orang itu sendiri. Tidak bisa datang dari orang lain. Kalau dia tidak merasa itu menjadi kebutuhannya sudah pasti tidak akan berubah. Terutama mengubah gaya hidup zero waste. Pada dasarnya gaya hidup ini adalah gaya hidup yang menawarkan konsep menyederhanakan hidup. Mengurangi penggunaan sampah ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan utamanya ke laut. Gaya hidup ini mendorong kita untuk bisa mendahulukan penggunaan produk alam yang mengurangi dampak buruk bagi bumi kita. Butuh upaya dan kesadaran yang cukup besar dalam menjalaninya. Tapi kalau sudah menerapkannya dalam keseharian kita bisa lebih mudah memilih hal-hal yang lebih signifikan dalam hidup. Tidak hanya berkenaan dengan sampah dan konsumsi saja tapi pada aspek lainnya. Terlebih lagi, kita akan mendapati perasaan rewarding karena telah berpartisipasi melakukan hal baik.

Untuk mengubah gaya hidup seseorang menjadi lebih sehat atau lebih sadar dibutuhkan keinginan dan niat dari orang itu sendiri.

Faktanya seringkali kita belum sadar banyak sekali hal yang tidak penting dalam hidup. Konsumsi berlebih contohnya. Kita bingung dengan makanan dalam kulkas yang tidak terpakai sebab belanja terlalu banyak. Akhirnya hanya menumpuk dan membuang saja. Budaya konsumsi berlebih pun akhirnya membuat kita jadi pribadi yang tidak ekonomis, efisien dan tak pernah puas. Sebaliknya, dari gaya hidup zero waste bisa membantu kita untuk melatih pengendalian diri. Misalnya, kita sudah merencanakan untuk jajan dengan membawa wadah makanan sendiri. Sampai di tempat tersebut akhirnya kita bisa mempertimbangkan kembali kalau mau beli lebih dari yang direncanakan sebab hanya membawa satu tempat makan. Akhirnya lebih ekonomis dan lebih sehat juga tidak jajan sembarangan kebanyakan. Sehingga upaya pengurangan sampah yang sering dilihat orang ribet malah memberikan kita sesuatu yang tak ternilai dan berjangka panjang.

Hanya saja kembali lagi pada hidayah yang didapatkan masing-masing orang untuk berubah gaya hidup. Kita tidak bisa memaksakan orang lain. Lebih baik memberikan contoh saja dalam perilaku sehari-hari. Saya bisa berkata demikian karena saya memulai gaya hidup zero waste berdasar pada kebutuhan diri. Dulu juga tidak pernah merasa terusik dengan tayangan yang menampilkan kerusakan lingkungan atau artikel-artikel serupa. Hingga suatu waktu saya menyaksikan video Rich Horner, seorang penyelam yang menjelajahi laut Nusa Penida, Bali. Dia merekam kondisi bawah laut yang tidak lagi dihuni oleh karang-karang dan ikan-ikan cantik melainkan sampah. Seketika hati saya sedih dan gundah. Terlintas pertanyaan: Apa yang terjadi sama dunia kita saat ini? Bagaimana beberapa puluh tahun lagi anak dan cucu saya hidup di dunia, masih bisakah mereka melihat keindahan alam? Hati dan pikiran pun tergerak dan mulailah sejak itu melakukan banyak riset tentang lingkungan. Saya menemukan bahwa Indonesia menjadi penyumbang sampah terbanyak nomor dua di dunia. Lalu di tahun 2050 diprediksi isi laut akan lebih banyak dipenuhi sampah ketimbang ikan jika kondisi tidak berubah. Kontan saya langsung menelaah lebih dalam cara berkontribusi untuk lingkungan dan menerapkan gaya hidup zero waste. Di dunia barat sudah cukup familiar, tidak dengan Indonesia. Kemudian perlahan saya menggali hal-hal sederhana apa yang bisa saya lakukan.

Seringkali kita belum sadar banyak sekali hal yang tidak penting dalam hidup.

Kalau dipikir-pikir zaman dulu orang-orang Indonesia sebenarnya cukup ramah lingkungan dengan banyak menggunakan wadah dedaunan untuk piring dan bungkusan. Kini saya pun mengembalikan masa itu. Terlebih sepertinya orang tua saya juga secara tidak langsung sudah menerapkan konsep ramah lingkungan seperti membuat kompos dari sampah organik. Nyatanya, membuat kompos adalah hal paling efektif untuk mengurangi sampah. Tapi sebelum beraksi satu yang pasti untuk dilakukan terlebih dahulu adalah untuk mencari tahu konsumsi apa yang bisa dikurangi. Memilah mana yang perlu dan tidak perlu. Setelah itu baru bisa melakukan aksi zero waste dengan tepat. Tidak harus aksi besar seperti membersihkan sampah di satu kota. Semua bisa dimulai dari rumah. Contohnya dengan memilah sampah, mengumpulkan sampah sejenis di satu tempat. Plastik sama plastik, kertas sama kertas, kaca sama kaca, sampah organik seperti sayur buah dan sisa makanan jadi satu. 

Secara tidak langsung gaya hidup zero waste juga bisa membuat kita lebih kreatif. Kita jadi harus pintar-pintar berkreasi dengan apa yang kita punya. Saya pernah bereksperimen dengan daun serai yang dijadikan bubble wrap. Jadi ujung daun serai — yang jarang dipakai memasak, saya gulung kecil-kecil. Ternyata fungsinya bisa sama seperti plastik bubble wrap. Bisa juga menggunakan batok kelapa bekas (yang sulit dikompos) untuk jadi pot tanaman gantung. Sebisa mungkin mencari beragam alternatif mengalih-fungsi sampah dan memanfaatkan lingkungan untuk peranti yang lebih ramah. Juga berupaya sebisa mungkin mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Mulai dari kemasan hingga wadah untuk membuang sampah. Saya biasa menggunakan kertas koran atau dengan daun besar seperti daun pisang atau jati. Untuk wadah makanan saya biasa juga menggunakan besek bambu sebagai pengganti plastik serta membawa wadah kontainer untuk berbelanja di pasar.

Gaya hidup zero waste juga bisa membuat kita lebih kreatif. Kita jadi harus pintar-pintar berkreasi dengan apa yang kita punya.

Pedoman lain yang harus diingat saat menerapkan gaya hidup zero waste adalah mengutamakan penggunaan bahan lokal dan bahan yang musim. Jadi beda area beda bahan yang bisa digunakan. Di Bali dengan di Jepara jelas tanaman yang tumbuh berbeda. Di Jepara banyak pohon jati sedangkan tidak di Bali. Sehingga tidak harus menggunakan satu bahan saja. Lakukan eksplorasi di sekitar kita dan manfaatkan yang ada. Kemudian, jangan lupa juga untuk mengunjungi pasar tradisional yang notabene lebih sedikit menggunakan kemasan. Selain bisa ramah lingkungan dengan berbelanja di pasar tradisional serta pedagang dan pengrajin lokal juga kita bisa membawa berkah untuk mereka para pedagang kecil. Tahu tidak saya kenal satu pengrajin besek bambu yang tadinya kurang sejahtera. Namun karena belakangan permintaan mulai meningkat dengan banyaknya orang yang beralih ke besek, kondisi ekonominya pun membaik. Sehingga kebaikan yang kita sebarkan menjangkau lebih luas.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023