Society Lifehacks

Dapur Awal Keseimbangan Hidup

Kalau kita mau menyadari persoalan paling mendasar yang ada di bangsa ini jawabannya adalah pangan. Dari penelusuran saya terhadap sumber pangan, petani memiliki begitu banyak persoalan untuk menghasilkan pangan berkualitas untuk sampai di setiap rumah. Namun untuk menyelesaikannya diperlukan kesadaran tinggi untuk mengubah gaya hidup kita. Salah satunya mengubah dapur modern yang dimiliki sekarang ini. Jika kita mau mengembalikan esensi dapur Indonesia yang sesungguhnya, kita bisa menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan yang paling mendasar. Mulai dari masalah air, sampah, hingga lapangan pekerjaan. Semua persoalan hidup kita bisa dibilang berasal dari dapur. Dalam buku yang saya tulis bertajuk "Revolusi dari Dapur" terdapat 21 macam produk yang semestinya tidak harus ada di dapur kita dan bisa digantikan dengan sumber yang ramah lingkungan. Misalnya minyak kelapa sawit dengan kemasan plastik. Persoalan sampah plastik dari kemasan plastik minyak kelapa sawit bisa  dieliminasi jika kita mau menggantinya dengan minyak kelapa di mana kelapa tanpa kemasan dapat dengan mudah dibeli di pasar terdekat.

Jika kita mau mengembalikan esensi dapur Indonesia yang sesungguhnya, kita bisa menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan yang paling mendasar. Mulai dari masalah air, sampah, hingga lapangan pekerjaan. Semua persoalan hidup kita bisa dibilang berasal dari dapur.

Memang, banyak dari kita sudah melupakan esensi dapur itu sendiri. Padahal para pendahulu kita menciptakan dapur tradisional dengan berbagai tujuan yang berguna untuk kehidupan sehari-hari. Faktanya, dapur masyarakat tradisional dijadikan piranti untuk proses healing dan meditasi. Contohnya tata letak dapur yang semuanya berada di bawah dengan kayu bakar menjadi bahan bakarnya. Kenapa dapur tradisional memakai kayu bakar? Sebab bahan bakar itu mudah ditemukan di sekitar kita. Bisa mengambil dari batang daun kering atau dari pepohonan di sekitar. Sedangkan menggunakan gas yang dipertimbangkan ramah lingkungan menurut saya tetap merusak lingkungan. Proses penambangan gas bumi saja harus melalui berbagai proses yang merusak lingkungan. Belum lagi dengan adanya jejak karbon yang mendistribusikan tabung-tabung gas tersebut ke berbagai daerah. 

Para pendahulu kita menciptakan dapur tradisional dengan berbagai tujuan yang berguna untuk kehidupan sehari-hari. Faktanya, dapur masyarakat tradisional dijadikan piranti untuk proses healing dan meditasi.

Kemudian peletakan peralatan dapur di bawah juga punya maksud tersendiri yaitu untuk membuat kita banyak bergerak sehingga bisa menjadi sarana berolahraga. Dapur tradisional memberikan kita fasilitas untuk melakukan gerakan yoga seperti jinjit, jongkok, dan setengah jongkok. Gerakan-gerakan tersebut terdapat di dalam praktik Karma Yoga. Sehingga secara tidak langsung dapur dapat memberikan suasana yang amat meditatif untuk proses healing diri. Pengaturan tata letak dapur tradisional juga dipercaya baik untuk perempuan yang memiliki tugas jauh lebih penting dari pria yaitu melahirkan. Sampai hari ini tidak ada olahraga terbaik untuk melahirkan selain jongkok. Sehingga ketika perempuan memasak di dapur tradisional ia tengah melatih kesiapan fisiknya untuk melahirkan nanti. 

Dalam Budaya Bali dapur adalah tempat yang sakral. Menjadi ruang pertama yang dibangun sebelum ruang lainnya. Sebab dapur memiliki makna lahiriah pun batiniah. Orang Bali menyebutnya Sekala Niskala. Sekala atau lahiriah maksudnya adalah ketika seseorang pergi ke mana pun ia pasti akan mencari makan dan minum ke “dapur”. Sedangkan Niskala atau batiniah maksudnya adalah energi yang didapatkan saat berada di dapur. Orang Bali percaya setiap ruang memiliki energi tertentu dan dapur adalah ruangan yang menyeimbangkan energi yang berada di luar dan dalam rumah. Ini juga yang menjadi alasan orang tua dahulu sering melarang kita berkata kasar di dapur, tidak boleh berisik apalagi menangis. Pada dasarnya, suasana nan meditatif di dalam dapur dapat membantu kita fokus ketika menghasilkan makanan. Agar kita bisa memberikan harmoni pada hati, pikiran dan fisik sehingga dapat maksimal membuat hidangan untuk diri sendiri maupun orang lain. Keseimbangan emosi, pikiran dan fisik ini yang membuat makanan menjadi nikmat. 

Pada dasarnya, suasana nan meditatif di dalam dapur dapat membantu kita fokus ketika menghasilkan makanan. Agar kita bisa memberikan harmoni pada hati, pikiran dan fisik sehingga dapat maksimal membuat hidangan untuk diri sendiri maupun orang lain.

Sayangnya bentuk dapur di masa modern, khususnya yang ada di rumah-rumah modern di perkotaan telah berubah. Banyak orang tidak memerhatikan betul apa yang dimakan dan dari mana datangnya makanan mereka. Banyak yang tidak menyadari bahan-bahan yang mereka gunakan tidak berasal dari petani lokal melainkan produk impor yang sudah melalui proses kimia. Sebenarnya ini berarti mereka selama ini tidak mengonsumsi makanan sehat. Alasannya mungkin saja berasal dari ketidaktahuan mereka akan makna makanan sehat itu sendiri. Mungkin juga karena mengonsumsi makanan sehat bukan jadi prioritas utama mereka. Kalau diminta memilih antara rumah mewah atau makanan sehat mungkin mereka akan menjawab rumah mewah.

Saya sering berpikir mengapa sebagian orang kaya mampu membayar dokter pribadi atau arsitek pribadi tapi tidak pernah terpikir untuk membayar petani pribadi agar dapat memproduksi makanan sehat sendiri? Padahal makanan disebut sehat jika memiliki keseimbangan siklus pangan yang berasal dari petani lokal yang menanam dari bibit lokal. Dengan demikian barulah kita sebenarnya bisa menyelesaikan masalah pangan termasuk masalah ekonomi yang dihadapi negara. Di Rumah Intaran sendiri saya berusaha memberikan pengetahuan tentang ini dengan mengajarkan para mahasiswa dari berbagai negara atau peserta lokakarya tentang menjadi seorang manusia. Pengetahuan itu sendiri saya dapatkan dari para pendahulu serta dari para petani lokal. Selama kurang lebih tiga bulan, mereka yang melakukan penelitian di Rumah Intaran bertugas untuk menjadi manusia dengan melakukan kegiatan manusiawi seperti memasak, berkebun dan melayani. Mengapa melayani? Sebab tidak ada pemimpin yang tumbuh tanpa proses melayani. Sehingga untuk menjadi manusia dengan sifat kepemimpinan tinggi harus memahami makna dari melayani. Jadi mereka akan belajar tentang keseimbangan hidup yang berasal cara berpikir, perilaku kepemimpinan serta konsumsi makanan sehat seturut dengan esensi dapur yang sesungguhnya. 

Selama kurang lebih tiga bulan, mereka yang melakukan penelitian di Rumah Intaran bertugas untuk menjadi manusia dengan melakukan kegiatan manusiawi seperti memasak, berkebun dan melayani.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023