Society Art & Culture

Cinta Negeri Tak Harus Diungkapkan

Ria Sarwono

@ria.sarwono

Pengusaha Kreatif

Fotografi Oleh: Lauren Fleischmann (Unsplash)

Sadar tidak sadar pemikiran kita soal negara barat sebagai negara superior seringkali menghambat pengembangan dan kemajuan kita. Contoh kecil, kita sering enggan berkomunikasi dengan mereka karena merasa Bahasa Inggris kita kurang bagus. Padahal saat mereka berbicara Bahasa Indonesia tidak bagus kita tetap menerima dan mewajarkan. Rasanya ada perasaan rendah diri yang menurunkan semangat juang untuk bersanding dengan mereka. Rasanya kita sering kali membuat diri kita nyaman menjadi inferior sehingga tidak mau berusaha lebih keras untuk bisa menghasilkan sesuatu yang sama kualitasnya dengan mereka. Padahal semua itu hanyalah mindset. Semua itu hanyalah di otak kita saja. Kenyataannya kita memiliki kemampuan dan kualitas yang sama dengan mereka.

Rasanya kita sering kali membuat diri kita nyaman menjadi inferior sehingga tidak mau berusaha lebih keras untuk bisa menghasilkan sesuatu yang sama kualitasnya dengan mereka. Padahal semua itu hanyalah mindset.

Pemikiran ini sering saya temukan pada mereka menghidupi di pusat kota khususnya Jabodetabek. Seakan produk global menjadi pilihan utama dan produk lokal dianggap hanya seputar produk-produk kerajinan tangan atau yang menonjolkan budaya tradisional Indonesia saja. Padahal produk lokal berarti barang-barang yang diciptakan, diproduksi dan didistribusikan oleh para anak bangsa. Memang, stigma akan produk lokal kurang berkualitas sudah ada sejak dahulu. Satu dan lain hal sebenarnya karena belum banyak orang yang memulai sehingga masyarakat hanya fokus pada segelintir yang kurang berkualitas saja, pada produk massal yang ditujukan untuk kelas C. Sehingga terpikir bahwa harga produk lokal yang murah sudah berarti tidak bagus. Padahal sekarang semakin banyak produk lokal yang mendorong pengembangan kualitas produk dengan konsep super kreatif. Contohnya saja di bisnis kuliner. Dulu sepertinya kita hanya pergi ke restoran cepat saji milik Amerika saja tapi sekarang terlihat sudah sangat banyak restoran yang dimiliki orang-orang Indonesia, bahkan orang-orang di sekitar kita. Cita rasanya bahkan lebih enak dari hidangan ayam goreng tepung milik asing itu, bukan?

Pasalnya masih banyak yang salah kaprah tentang produk lokal. Sebagian dari kita menganggap produk lokal tidak bisa bersaing dengan produk luar. Meski nyatanya sudah banyak produk lokal yang disejajarkan dengan brand-brand internasional bahkan diekspor ke berbagai negara. Contohnya Cotton Ink. Betapa saya dan tim bangga sekali toko pakaian yang dimulai tanpa sengaja ini ternyata bisa disandingkan dengan toko-toko pakaian bermerek internasional di mal-mal ibu kota. Secara tidak langsung membuktikan bahwa kualitas produk lokal saat ini sudah berkembang pesat dan layak dipertimbangkan berjajar dengan produk asing. Sejumlah produk lokal sudah sangat variatif, dibungkus dalam kemasan dan strategi nan menarik sehingga terkesan tidak murahan. Membelinya pun bukan sekadar akan memberikan rasa bangga pada diri sendiri karena berasal dari negara yang bisa menciptakan produk lokal berkualitas tapi juga membuat kita berguna bagi bangsa karena telah membantu pertumbuhan ekonomi makro. Kalau kita membeli produk lokal tentu saja keuntungannya hanya akan diputar di dalam negeri saja. 

Saat saya dan partner bisnis pertama membuat Cotton Ink, kami tidak pernah berekspektasi terlalu jauh untuk membuat brand fashion kami diakui dunia. Kami fokus membangun relasi dengan para pembeli, fokus pada pembuatan produk yang berkualitas. Bagi saya pribadi keberhasilan sebuah bisnis itu amat subjektif. Ada yang bilang sukses ketika mendapat modal besar, ada yang menganggap banyak yang beli dengan pelanggan yang terus kembali sudah mendulang prestasi. Secara personal saya merasa berhasil ketika Cotton Ink sudah bisa diterima di dalam negeri. Sebab tanpa perlu bersuara lantang dan bilang produk kami adalah produk asli Indonesia atau menyebarkan pesan untuk mencintai produk lokal kami bisa membuktikan bahwa produk kami layak mendapatkan perhatian. Dengan fokus pada kualitas produknya itu sendiri dan percaya bahwa produk kami bagus. Itulah mengapa kami selalu menerapkan proses setahap demi setahap. Tidak berusaha terlalu agresif meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Bahkan hampir tidak pernah melakukan promo setiap bulan layaknya di beragam situs e-commerce. Menurut saya kalau memang produk saya berkualitas maka saya percaya harga yang tertera adalah sesuai.

Rasanya tidak perlu sampai kita mengesampingkan apalagi melarang diri untuk menggunakan barang impor. Jika memang produk dalam negeri lebih bagus toh kita akan beralih dengan sendirinya.

Sebenarnya menyukai dan menggunakan suatu produk merupakan pilihan. Selera tiap orang berbeda-beda. Rasanya tidak perlu sampai kita mengesampingkan apalagi melarang diri untuk menggunakan barang impor. Jika memang produk dalam negeri lebih bagus toh kita akan beralih dengan sendirinya. Permasalahan di masyarakat khususnya yang berada di kota-kota besar adalah kurangnya pemaparan informasi mengenai produk dalam negeri serta kurangnya rasa bersyukur bisa mengenakan pakaian yang berkualitas dengan harga terjangkau. Kami pernah mengadakan proyek sosial ke Larantuka, Flores, untuk membagikan pakaian bekas layak pakai. Betapa terkejutnya saya saat mengetahui ternyata di keseharian mereka pakaian bolong adalah biasa. Merupakan kemewahan jika mereka bisa mengenakan pakaian bersih dan layak. Sebagai refleksi kita, sebenarnya tidak ada salahnya untuk menggunakan barang buatan luar negeri. Mungkin sesekali. Tapi jika ternyata menggunakan produk lokal ternyata bisa membantu pemerataan “berkat” ke masyarakat lainnya di wilayah-wilayah yang belum terjamah bukannya akan memberikan kebanggaan lebih pada diri kita sendiri?

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023