Internet itu ibarat cangkul. Semahal apapun cangkul yang dibeli, kalau kita belum pernah mencangkul hasilnya juga tidak akan maksimal. Sehingga yang lebih penting adalah bagaimana kita bisa menggunakan cangkul itu meski harganya murah. Sama seperti internet. Secanggih apapun kemampuannya kita tidak akan maju kalau tidak tahu cara menggunakannya. Seringkali dampak buruk yang hadir karena internet adalah karena kesalahan penggunaannya. Ia bisa jadi sesuatu yang baik sekali untuk hidup jika kita bisa secara bijak memilah konten seperti apa yang ingin dikonsumsi dan disebarkan di dunia maya tersebut. Sebagai musisi, buat gue internet memang mempermudah dan melancarkan kegiatan bermusik. Tapi tidak jarang gue melihat banyak kasus konsumsi informasi yang berlebihan. Kita tahu internet punya segala macam hal yang bisa kita akses dengan mudah. Terkadang ini justru mempersulit produktivitas jika kita tidak bisa mengambil informasi mana yang paling signifikan untuk diolah.
Seringkali dampak buruk yang hadir karena internet adalah karena kesalahan penggunaannya. Ia bisa jadi sesuatu yang baik sekali untuk hidup kita jika kita bisa secara bijak memilah konten seperti apa yang ingin dikonsumsi dan disebarkan di dunia maya tersebut.
Berkata begini, sebenarnya setiap orang punya hak untuk mengikuti perkembangan zaman atau tidak. Yang terpenting adalah kita fokus pada diri sendiri dan apa yang ingin kita sampaikan. Bukan pada medianya. Medianya bisa berubah. Mungkin dua tahun lagi sudah tidak ada Instagram dan kita semua hidup di Zoom. Meskipun begitu, gue merasa beradaptasi itu adalah proses hidup. Walau sebenarnya kita tidak tinggal di masa yang mengharuskan beradaptasi. Kita masih punya banyak pilihan untuk pakai internet atau tidak pakai. Gue pribadi tumbuh dengan internet. Banyak yang gue dapatkan dari internet sampai merasa Google lebih pintar dari orang tua. Dulu gue pernah mau belajar gitar dan minta diajarkan oleh Papa. Tapi dia tidak bisa. Akhirnya gue belajar dari Google dan itu jadi pengalaman yang positif sekali.
Sebaliknya, ada masa gue tersadar bahwa terdapat sisi lain dari internet. Ternyata keberadaan internet di tengah-tengah kita lengkap dengan konten yang tidak disaring. Semua orang bisa publikasi dan komentar apapun. Gue tadinya hanya jadi konsumsi lambat laun mulai tergugah untuk membagikan sesuatu di dunia maya. Saat itulah gue mulai menyadari adanya kemungkinan munculnya dampak yang kurang baik bisa memengaruhi hidup. Sebenarnya, ini yang buat gue ingin menulis lagu banyak tentang internet hingga tercetus album, “Semenjak Internet”. Bukan semata-mata tentang keburukan internet. Justru tentang kedua sisinya karena segala hal di hidup ini pasti ada dua sisi. Tidak bisa dilihat ini salah, itu benar.
Gue terbilang cukup mengamati perkembangan internet karena menjadi penggunanya sejak kecil hingga dewasa. Dari pengamatan tersebut gue meyakini bahwa perkembangan teknologi akan selalu jauh lebih cepat ketimbang perkembangan manusia. Fakta ini kemudian membuat gue bertanya, “Bagaimana kalau anak gue besar nanti? Bagaimana cara dia memakai internet? Apakah nanti dia akan belajar lebih banyak dari Google ketimbang dari bapaknya seperti gue dulu?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akhirnya menghubungkan gue pada pemikiran-pemikiran lain yang mendorong keinginan untuk membuka dialog secara terbuka dengan masyarakat luas.
Setelah berdiskusi dengan banyak orang lintas generasi tentang internet dan perkembangan teknologi, gue menemukan setiap orang punya pengalaman yang amat berbeda-beda dengan internet. Ada pengalaman yang juga gue rasakan, ada yang tidak. Ada pemikiran yang gue cukup setuju dan tidak. Seperti contohnya dengan David Bayu, salah satu musisi yang berkolaborasi dalam album “Semenjak Internet”. Sebelum bertemu secara langsung, gue hanya berkomunikasi lewat DM (Direct Message —red.) Instagram. Pertemuan kami selayaknya mereka yang bertemu pasangan lewat aplikasi kencan daring. Fenomena ini membuat kami seolah sepakat bahwa internet bisa berdampak baik yaitu menghubungkan satu manusia dengan manusia lainnya lebih mudah.
Dari segala pengamatan, diskusi, dan perjalanan hidup berdampingan dengan internet sejak kecil, gue menyadari bahwa sebagai orang tua sepertinya gue tidak perlu terlalu khawatir akan pengaruh perkembangan internet atau teknologi terhadap perkembangan anak gue. Beberapa waktu lalu, gue sempat tertegun dengan sebuah pertanyaan dari tayangan televisi, “Kapan Anda terakhir kali menggunakan internet tidak didampingi oleh orang tua?”. Menurut gue ini pertanyaan yang sangat bagus. Sejak pertama kali menggunakan internet pertama kali, gue tidak pernah didampingi oleh orang tua. Tidak ada yang mengatur atau memberi petunjuk. Sehingga gue menyadari yang lebih penting adalah bagaimana orang tua bisa membangun pola pikir agar anak tidak terjebak dalam penyalahgunaannya. Dan inilah yang akan gue terapkan pada anak. Ketimbang harus membatasinya dengan memberikan parental lock atau petunjuk lainnya, lebih baik gue bisa membangun pola pikirnya untuk menggunakan sebuah alat, apapun itu, dengan tujuan yang baik. Sebab alat apapun itu, entah internet atau alat lainnya, bisa disalahgunakan jika seorang anak tidak memiliki tujuan yang baik saat menggunakannya.
Sebab alat apapun itu, entah internet atau alat lainnya, bisa disalahgunakan jika seorang anak tidak memiliki tujuan yang baik saat menggunakannya.