Budaya adalah karakter bangsa. Keberadaan budaya di hidup kita tidak lain untuk memperkenalkan jati diri pada bangsa lain. Budaya juga adalah bagian dari pendidikan. Ketika pendidikan berlandaskan budaya seseorang akan menjadi pribadi yang lebih berkarakter. Identitas seorang Wong Jowo ditampilkan dari budayanya yang kental. Itulah mengapa keberlangsungan budaya memengaruhi keberlangsungan pendidikan sebuah bangsa.
Budaya menabuh gamelan, contohnya. Alat musik tradisional ini faktanya dapat dijadikan metodologi pembelajaran anak-anak di sekolah. Mempelajari gamelan bukan semata-mata untuk meningkatkan kepiawaian bermain alat musik saja melainkan mengenalkan tata krama yang semakin ke sini sepertinya semakin dikesampingkan. Sejatinya, fitrah yang terdapat dalam permainan gamelan mengajarkan anak-anak untuk saling mendengar, menghormati, dan bersatu.
Sedihnya kita mendapati pelajaran Bahasa Jawa atau sastra Indonesia kurang diutamakan. Para pelajar didorong untuk mendahulukan pelajaran matematika. Kemudian budaya tradisional kian hari tidak diacuhkan dan dianggap ketinggalan zaman. Memang, di sudut manapun di dunia ini musik tradisional seringkali dianggap musik kuno dan tidak keren. Terutama generasi muda saat ini. Mereka merasa cukup menyimpan musik tradisional dalam masa lalu saja. Padahal seniman gamelan itu layaknya seorang ilmuwan. Bermain gamelan memerlukan logika matematika. Untuk menciptakan harmoni di antara seluruh instrumen seni karawitan membutuhkan pengamatan yang jeli dan ketepatan notasi. Seniman karawitan harus menghapalkan rumus-rumus notasi tersebut. Sehingga keseluruhan instrumen tidak bisa dimainkan sendiri-sendiri semuanya merupakan satu kesatuan.
Dari seni karawitan kita juga sebenarnya bisa belajar menerapkan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi filosofi bangsa Indonesia. Jalinan yang saling terkait di antara ke-25 instrumen merupakan representasi nusantara kita dengan beragam ras, suku, dan agama. Setiap instrumen memiliki frekuensi dan bunyi yang berbeda. Jika tidak bekerja sama saling mendengarkan maka tak akan tercipta kesenian karawitan dengan melodi yang dapat menembus berbagai dimensi. Sama seperti keberagaman yang ada di tengah masyarakat kita. Kalau kita tidak saling mendengarkan, menghormati maka kita tidak bisa bersatu memajukan negeri ini.
Kalau kita tidak saling mendengarkan, menghormati maka kita tidak bisa bersatu memajukan negeri ini.
Saya percaya seniman karawitan dipilih oleh Tuhan. Kami dianugerahi talenta bersuara indah dan pemahaman memainkan instrumen yang tidak mudah. Hanya satu dari seribu yang bisa berkomitmen dalam kesenian ini. Dibutuhkan kesadaran yang tinggi pula untuk mengamalkan amanah tersebut, untuk mengembangkan bakat, dan membagikannya pada orang lain dan melestarikannya. Jangan sampai mendosai apa yang dianugerahi oleh-Nya. Saya memercayai ini karena semesta telah menggiring langkah saya untuk terus maju menyebarkan nilai-nilai luhur gamelan. Bisa dibilang sayalah satu-satunya komposer karawitan wanita yang sampai mengenyam pendidikan S3 dan membawa keseninan ini berkeliling dunia. Selama 20 tahun berkecimpung, seakan sudah menjadi suratan takdir untuk saya menjadi seniman karawitan. Kepercayaan yang diberikan Tuhan ini membuat saya sadar akan tanggung jawab yang besar untuk menyampaikan sejumlah pesan moral yang disampaikan lewat seni karawitan.
Menabuh gamelan di zaman dahulu merupakan kegiatan rohani, dimainkan sebagai bentuk persembahan pada Tuhan. Para pria ditugaskan untuk memainkan gamelan sedangkan para perempuan hanya ditempatkan di dapur, menyiapkan makan untuk mereka. Secara tidak langsung kebiasaan ini seolah membuat perempuan enggan untuk mengetahui lebih banyak tentang gamelan karena bukan tugas mereka. Terlebih, enggan untuk memiliki edukasi setinggi-tingginya. Apalagi saat tahu betapa sulitnya mempelajari gamelan. Saya merasa inilah tugas saya sebagai pribadi yang terpilih. Untuk meyakinkan generasi setelah saya ‒ utamanya para perempuan, bahwa apa yang ada di depan mata kita semuanya bisa dipelajari. Bahwa perempuan juga bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya jika mau belajar. Pun menjadi tugas saya untuk mematahkan stigma akan musik tradisional yang dinilai kuno, tidak mengikuti perkembangan zaman. Justru kita bisa mengembangkan zaman dengan apa yang sudah kita punya.
Berbagai apresiasi sampai saat ini memang lebih banyak datang dari luar negeri dan ini tentu saja apresiasi menjadi begitu berarti untuk saya. Tentu saja apresiasi dari mereka yang bukan berasal dari negara sendiri menjadi begitu berarti untuk saya. Motivasi untuk terus bergerak maju berkarya dengan gamelan. Tidak hanya untuk ditampilkan di kancah internasional tetapi justru di dalam negeri. Besar harapan saya nantinya bisa menyadarkan masyarakat kita sendiri akan harta bangsa Indonesia ini. Mungkin butuh waktu cukup lama namun saya melihat ada progres dari sejak pertama saya menjadi dosen hingga sekarang. Sudah cukup banyak anak muda yang antusias memelajari gamelan. Sudah terlihat adanya kesadaran akan kerennya musik gamelan. Lama-kelamaan saya yakin semua upaya melestarikan budaya yang dilakukan secara konsisten pasti akan membuahkan hasil.