Society Lifehacks

Beranikan Diri Berekspresi

Berani berpendapat sangatlah penting dilakukan dalam keseharian kita. Jika berani berpendapat serta menyalurkan ekspresi, kita bisa jadi lebih pintar sekaligus menemukan identitas atau nilai-nilai yang ada dalam diri. Saat kita memicu diri untuk berpendapat, artinya kita sedang mencoba mencari tahu segala pertanyaan yang dimiliki dalam diri untuk memenuhi keingintahuan diri. Secara tidak langsung, ini adalah bentuk kita mencintai diri sendiri juga. Yang lebih penting lagi, dengan berekspresi kita juga membuka percakapan yang mungkin biasanya dianggap tabu di masyarakat. Apalagi sejak dulu kita di sekolah lebih sering diberikan ilmu tapi kurang didorong untuk mempertanyakannya. Kita lebih sering diajarkan satu tambah satu sama dengan dua. Tapi tidak diajarkan untuk mempertanyakan mengapa satu tambah satu sama dengan dua. 

Sedari kecil, saya terbiasa untuk bisa berekspresi. Walaupun keluarga tidak pernah secara langsung mendorong untuk mengungkapkan pendapat secara frontal. Mereka memberikan fasilitas pada saya untuk menemukan medium tertentu dalam berekspresi seperti memberikan kanvas dan gitar untuk saya berkesenian. Dari situ, secara tidak sadar sebenarnya mereka sudah menyampaikan dorongan mereka untuk membuat saya berani berekspresi. Mengungkapkan apa yang ada dalam pemikiran saya lewat media tersebut. 

Tidak luput dari perhatian saya bahwa kebebasan berekspresi ini juga didapatkan karena privilese yang dimiliki. Sejak usia dini, saya sudah akrab dengan media sosial. Sudah bisa menyaksikan Youtube sejak kurang lebih 7 tahun. Karena itu pula, saya dapat melihat perspektif yang begitu luas dengan adanya konten dari orang-orang yang berbeda dan dari negara yang berbeda pula. Hobi menonton Youtube juga membuat saya belajar untuk memahami perjuangan para kreator konten di Youtube sehingga membuat saya lebih kritis untuk memikirkan satu topik isu. Selain itu, saya juga percaya menjadi kritis seolah keharusan untuk anak-anak di generasi Z. Kami hidup dalam lingkungan yang sudah tidak lagi sama dengan dulu di mana kami mungkin akan mengalami masa-masa krisis lingkungan yang lebih parah. Tidak heran, banyak sekali anak-anak generasi Z yang berani membuka percakapan untuk mengubah keadaan sehingga ini juga memicu saya untuk melakukan hal yang sama. 

Menurut saya, berani berpendapat atau berekspresi juga tidak semerta-merta melewatkan pendapat-pendapat yang berbeda. Justru saya lebih senang bertemu dengan mereka yang memiliki pendapat 180 derajat berbeda dengan saya. Jika saya berusaha memaksakan argumen saya pada orang lain, itu berarti saya berusaha mendikte orang lain untuk percaya sehingga sama saja saya adalah orang yang tertutup atau close-minded. Sementara untuk menjadi orang yang bisa toleran dan memiliki empati terhadap orang lain dibutuhkan keterbukaan pikiran. Kita harus mencoba memahami bahwa setiap orang sebenarnya adalah korban dari kondisi hidup mereka sendiri. Bahwa perilaku dan keputusan mereka terbangun bertahun-tahun berdasarkan apa yang mereka alami dan dari mana mereka berasal. 

Contohnya, jika ada seorang pria yang tidak setuju dengan isu LGBTQ. Kita tidak bisa tiba-tiba menghakiminya dan melabeli orang jahat. Kita tidak bisa menaruh seseorang dalam satu kotak yang dimensional. Sebaliknya, kita harus berupaya untuk memahami alasan dan cerita pengalamannya atas pertentangan yang dipercaya. Dengan begini, kita bisa tetap menerima pendapat orang lain dengan cara yang lebih manusiawi dengan membubuhkan nilai empati. Bisa jadi suatu saat pendapat kita yang dianggap bertentangan dengan banyak orang, bukan?

Dengan memiliki pemikiran terbuka, kita bisa setuju untuk tidak setuju dan menampilkan toleransi yang lebih besar terhadap pendapat atau ekspresi orang lain. Jika kita mau memahami untuk belajar lebih lagi, tidak melihat hidup dengan “kacamata kuda”, kita bisa menciptakan dunia yang lebih toleran. Saya juga percaya bahwa berekspresi tidak hanya bisa dilakukan dengan satu cara saja. Tidak hanya dengan marah-marah saja tapi bisa dengan menciptakan karya atau bisnis yang menyalurkan ekspresi tersebut. Dengan cara ini, kita bisa lebih produktif ketimbang hanya marah-marah di media sosial. 

Pada dasarnya, berekspresi punya tujuan. Kalau opini kita berbeda dengan mayoritas orang, janganlah takut untuk membuka percakapan karena siapa tahu kita bisa menemukan pemahaman yang lebih mendalam tentang apa yang dipercaya. Ini juga bisa sekaligus membantu kita memahami orang lain yang berbeda dengan kita. Harapannya, kita bisa membuka dunia baru yang lebih baik, yang mungkin belum pernah kita bayangkan sebelumnya.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023