Society Planet & People

Belajar Kehidupan, Keseimbangan, dan Keterbatasan dari Kayu

Saya lahir dan tumbuh besar di desa, di mana kayu merupakan material yang saya akrabi sejak kecil, tentu saja selain tanah dan air. Mainan buatan pabrik merupakan barang mewah saat itu, sehingga hampir semua mainan dibuat sendiri dengan material yang ada di sekitar. Dan material yang paling banyak digunakan adalah kayu. Kayu merupakan material yang paling banyak dan paling luas di desa. Kayu digunakan untuk konstruksi bangunan, perabot rumah, peralatan dapur, kayu bakar dan seperti telah disebutkan diawal juga digunakan untuk membuat mainan anak.

Saya kembali mengakrabi kayu sejak lulus kuliah dan mulai menggeluti kayu sebagai material utama dalam saya merancang dan memproduksi produk. Interaksi yang semakin intens, bertambahnya pengetahuan dan wawasan, serta menguatnya kesadaran akan pentingnya pelestarian alam mendorong saya untuk belajar lebih jauh dari material kayu dan pohon dalam wujud hidupnya. Semakin lama saya bergaul dengan kayu, semakin banyak hal-hal yang luar biasa saya temukan dalam material yang nampak sederhana tersebut.

Saya menemukan ada tiga pesan penting untuk kehidupan yang bisa saya serap dari kayu (pohon), pesan yang memiliki nilai universal yaitu: Kehidupan (Life), Keseimbangan (Balance), dan Batas (Limit).       

Kehidupan

Kayu adalah jenis material yang keindahannya hadir seiring waktu. Pertumbuhan pohon merupakan sebuah proses yang menakjubkan. Dimulai dari sebuah biji kecil yang kemudian bertunas, kemudian tumbuh membesar membentuk batang, cabang, ranting, dan rimbun dedaunan.

Pohon merekam masa-masa baik dan buruk yang mewujud sebagai sebuah lukisan urat kayu yang indah. Tekstur dan guratan kayu adalah sebuah cerita perjalan kehidupan. Sepanjang hidupnya, kayu menggunakan material-material sisa dan energi matahari untuk membangun tubuhnya dan juga mengubahnya menjadi zat yang menghidupi makhluk hidup lainnya. Kayu membersihkan dan melindungi alam, kayu menjadi rumah bagi berbagai makhluk. “Tubuh”-nya merupakan sebuah material yang sangat multiguna bagi manusia. Kayu tidak hanya menceritakan kepada kita sebuah kisah, namun semata kisah kebaikan.

 

Keseimbangan

 

Saat menyentuh kayu, saya merasakan bahwa kayu merupakan sebuah material yang seimbang. Kayu adalah sebuah gambar dengan komposisi yang seimbang. Dalam kayu kita dapat merasakan kekuatan dan kelemahan, kasar sekaligus halus, terang juga gelap. Kayu sesungguhnya menyampaikan pada kita sebuah pesan betapa pentingnya keseimbangan. Keberadaan pohon memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan alam, dan semua yang berada dalam semesta merupakan individu yang seimbang, kecuali manusia, yang masing-masing secara otomatis menjaga keseimbangan alam

 

Keterbatasan

 

Salah satu karakter yang paling menarik dari sebuah kayu adalah kemampuannya untuk terurai kembali ke alam. Kayu mengajarkan kita arti sebuah batas, satu hal yang menurut saya penting untuk kembali dihidupkan dan dijalankan dalam keseharian kita saat ini.

 

Batas adalah syarat mutlak untuk menjaga keseimbangan. Saat batas terlampaui, maka keseimbangan akan terganggu. Saat ini kita hidup dalam sebuah ideologi tanpa batas. Sesungguhnya kapitalisme merupakan sebuah kekeliruan karena kita hidup di dalam alam di mana batas dan keseimbangan alam merupakan sebuah prinsip untuk keberkelanjutan. Yang menarik, kayu menjadi material sempurna justru karena kemampuannya untuk hancur dan kembali ke alam dengan sempurna.

 

Less Wood More Works, Cut Less Plant More

 

Kerusakan lingkungan sesungguhnya bukan merupakan masalah lingkungan itu sendiri, namun merupakan akibat dari aktivitas ekonomi yang tidak mempertimbangkan kelestarian alam. Aktivitas ekonomi pada dasarnya adalah upaya manusia untuk mendapatkan penghasilan, di mana dengan penghasilan tersebut mereka bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada prinsipnya aktivitas ekonomi yang baik adalah aktivitas ekonomi yang menggunakan material atau energi sesedikit mungkin, namun bisa menghidupi orang yang bekerja di dalamnya selama mungkin.

 

Pada aktivitas ekonomi yang menggunakan material alam sebagai bahan bakunya, prinsip tersebut sangat penting. Jika aktivitas ekonomi tersebut menggunakan sumber terbarukan, maka aktivitas ekonomi tersebut sebaiknya juga mampu menjaga dan menumbuhkan keberlanjutan sumber terbarukan tersebut.

 

Pemahaman tersebut muncul ketika saya mulai membangun kegiatan ekonomi yang menggunakan material kayu. Saya memutuskan untuk hanya membuat produk berukuran kecil. Selain karena saya lebih menyukai mendesain produk berukuran kecil, konsumsi material juga lebih rendah.

 

Metode produksi kerajinan juga akan menekan konsumsi kayu, karena proses pengerjaan relatif lama, berbeda dengan sistem produksi massal yang mengonsumsi kayu dengan kecepatan tinggi karena efisiensi waktunya. Agar kegiatan ini bisa berjalan secara ekonomis, faktor desain dan craftsmanship menjadi hal yang sangat penting. Ini merupakan penerapan prinsip “less wood more works”.

 

Desain dan kualitas pengerjaan yang baik akan mampu memberikan nilai tambah yang tinggi pada produk, sehingga mampu memberikan pendapatan yang baik dan rutin ke perajin, juga perusahaan itu sendiri. Namun yang tidak kalah penting adalah kemampuan untuk melakukan penanaman kembali, sehingga pohon yang ditebang untuk produksi akan segera tergantikan.

 

“Cut less plant more” merupakan prinsip yang kedua, di mana jumlah pohon yang ditanam harus lebih banyak dari yang ditebang. Dengan pola ini kegiatan ekonomi yang menggunakan kayu sebagai bahan baku utama bukan saja tidak merusak alam, namun justru memperbaiki alam.

 

Saya menyadari bahwa ada dua transaksi yang harus saya lunasi ketika saya membeli kayu untuk bahan baku produksi. Transaksi yang pertama adalah ke penjual kayu yang saya bayarkan dengan uang. Sementara transaksi yang kedua adalah transaksi dengan alam yang harus saya wujudkan dengan menanam pohon. Ketika saya belum melakukan penanaman kembali, maka transaksi tersebut masih meninggalkan hutang yang besar.

 

Magno menggunakan kayu dengan jenis yang umurnya panjang. Kayu Pinus umur tebangnya 20 tahun, kayu Mahoni 35 tahun dan kayu Sonokeling sekitar 50 tahun.  Ketika saya melakukan penanaman kembali, saya menyadari ada beberapa jenis kayu yang tidak akan saya panen karena usianya yang demikian panjang. Namun saya menyadari, saya sesungguhnya telah memanen terlebih dahulu karena pada kenyataannya saat ini saya bisa mendapatkan kayu-kayu tersebut untuk bahan baku. Saya adalah anak-cucu bagi generasi sebelum saya yang telah menyediakan kayu untuk masa depan. Sebagai wujud rasa syukur dan tanggung jawab moral saya kepada generasi mendatang maka sudah seharusnya saya segera melakukan penanaman kembali.

 

Namun upaya-upaya tersebut tidak akan ada artinya jika tidak ada regulasi yang mengatur penggunaan kayu-kayu eksotis yang kebanyakan berumur panjang. Kayu Sonokeling saat ini juga banyak digunakan untuk produk-produk industri dengan volume konsumsi material yang besar. Selain digunakan untuk bahan baku mebel, Sonokeling juga digunakan sebagai material untuk lantai kayu.

 

Tanpa penanaman kembali sebenarnya Sonokeling dapat tumbuh kembali dari pokok kayu dan akar yang tertinggal setelah ditebang. Namun jika kecepatan konsumsi dan kecepatan tumbuh pohon tidak berimbang, akan sangat mungkin kayu jenis ini akan menjadi kayu langka dalam waktu yang tidak lama lagi. Di sinilah letak pentingnya adanya regulasi yang membatasi penggunaan jenis kayu eksotis hanya untuk digunakan pada produk-produk yang membutuhkan volume kecil, dan memberikan kesempatan kerja lebih banyak dan memiliki nilai tambah ekonomi yang tinggi.

 

Magno merupakan contoh penggunaan kayu eksotis dengan cara yang efisien. Satu perajin hanya membutuhkan dua batang pohon untuk dapat bekerja secara penuh dalam satu tahun, dan Magno mampu menanam lebih dari 10 pohon pengganti setiap tahunnya.

 

Kayu yang digunakan untuk membuat radio Magno dan produk-produk lainnya dibeli dari daerah setempat di sekitar Desa Kandangan. Saya membelinya secara pribadi sehingga dapat menjamin bahwa seluruh kayu yang digunakan merupakan kayu komoditas yang ditebang dari pohon secara bertanggung jawab.

 

Jumlah kayu yang diperlukan sangatlah kecil, kami hanya menggunakan 80 pohon di tahun 2010 dan menanam kembali 8.000 pohon di sekeliling desa. Kami mengganti kayu yang telah dipakai untuk produksi dengan menanam kembali pohon secara sistematis menggunakan bibit yang didapatkan dari tempat pemeliharaan bibit pohon yang kami dirikan secara khusus di area pabrik. Bibit pohon ini secara berkala kami tanam dengan berkolaborasi bersama para siswa sekolah setempat.

 

Kayu di Jawa tidak sama dengan di pulau lain seperti Kalimantan atau Sumatera. Orang Jawa yang tinggal di desa selalu memiliki tanah yang luas. Di tanah pekarangannya itu mereka menanam berbagai tanaman, mulai dari sayur-sayuran, pohon buah-buahan, tanaman perdu, tanaman hias, dan terkadang di tengah-tengahnya mereka juga menanam pohon keras seperti Jati.

 

Hal ini mendatangkan ide untuk meminjam pekarangan tetangga sebagai lahan penanaman pohon-pohon material Magno kembali. Saya menyediakan bibit, mereka menyediakan lahan, dengan kesepakatan saat nanti pohon kayu tersebut sudah besar, saya akan membelinya untuk kebutuhan kayu Magno. Awalnya tidak banyak yang mau ikut serta dalam upaya ini, namun saat sudah banyak orang yang terlibat, justru sebaliknya merekalah yang meminta bibit. Untuk memastikan bibit-bibit tersebut akan ditanam dengan baik saya membuat perjanjian bahwa bibit akan diberikan sesuai jumlah lubang tanam yang sudah mereka gali.

 

Pada saat pertama kali saya menjalankan program penanaman kembali ini, saya lebih banyak membagikan berbagai bibit tanaman keras seperti Jati, Pinus, dan Sonokeling. Namun sekarang saya sudah tidak lagi membagikan bibit Pinus, karena Pinus sudah ditanam oleh Perhutani yang hutannya terletak di daerah Temanggung juga. Dalam perkembangannya, saya mulai memikirkan jenis tanaman produktif lain, yang tidak berhubungan langsung dengan produksi Magno, misalnya kopi dan aren. Dua tanaman ini memiliki nilai ekonomi tinggi dan jika dibudidayakan secara masif bisa menopang perekonomian warga desa.

Related Articles

Card image
Society
Kembali Merangkul Hidup dengan Filsafat Mandala Cakravartin

Mengusahakan kehidupan yang komplit, penuh, utuh, barangkali adalah tujuan semua manusia. Siapa yang tidak mau hidupnya berkelimpahan, sehat, tenang dan bahagia? Namun ternyata dalam hidup ada juga luka, tragedi dan malapetaka. Semakin ditolak, semakin diri ini tercerai berai.

By Hendrick Tanuwidjaja
10 June 2023
Card image
Society
Melatih Keraguan yang Sehat dalam Menerima Informasi

Satu hal yang rasanya menjadi cukup penting dalam menyambut tahun politik di 2024 mendatang adalah akses informasi terkait isu-isu politik yang relevan dan kredibel. Generasi muda, khususnya para pemilih pemula sepertinya cukup kebingungan untuk mencari informasi yang dapat dipercaya dan tepat sasaran.

By Abigail Limuria
15 April 2023
Card image
Society
Optimisme dan Keresahan Generasi Muda Indonesia

Bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda pada 2022 lalu, British Council Indonesia meluncurkan hasil riset NEXT Generation. Studi yang dilakukan di 19 negara termasuk Indonesia ini bertujuan untuk melihat aspirasi serta kegelisahan yang dimiliki anak muda di negara masing-masing.

By Ari Sutanti
25 March 2023